Rabu, 23 November 2011

Sandiwara Radio

Tutur Tinular adalah salah satu sandiwara radio yang populer di sekitar dekade tahun ’80-an sampai ’90-an. Saat itu aku sering mendengarkan, meskipun banyak kata-kata yang kurang bisa aku mengerti karena masih terbatasnya kosakata bahasa yang aku miliki saat itu, maklum masih cukup kecil. Tapi beberapa ceritanya masih cukup aku ingat dengan agak samar. Tutur Tinular ini adalah cerita semi fiksi, cerita sejarah kerajaan Majapahit yang diberi tokoh-tokoh tambahan sehingga ceritanya lebih hidup dan lebih fokus pada tokoh utamanya.

Inti tokoh Tutur Tinular adalah Arya Kamandanu, seorang tokoh fiktif yang menjabat sebagai panglima perang Majapahit yang sakti mandraguna dan memiliki sebuah pedang sakti bernama Pedang Naga Puspa (kalo gak salah di tahun 1999 aku berkesempatan menyaksikan sendiri pedang ini di pameran seni dan budaya Kediri). Pedang ini adalah pedang pusaka dari Cina, yang dibawa ke Majapahit oleh pendekar Lou Shi San dan Mei Shin untuk diselamatkan dari kekuasaan tentara Mongol. Namun kemudian pedang tersebut juga diperebutkan di tanah Majapahit. Musuh besarnya adalah Empu Tong Bajil dan istrinya Dewi Sambi. Kelak putra Dewi Sambi, Layang Samba, mengabdi setia kepada kerajaan Majapahit dan merupakan orang yang membunuh Ra Kuti di bawah pimpinan Gajah Mada dalam Pemberontakan Kuti (kisah ini masuk dalam cerita Mahkota Mayangkara).

Sandiwara radio lainnya adalah cerita sambungan Tutur Tinular, Mahkota Mayangkara, yang menceritakan masa berkuasanya raja Jayanegara yang terkenal agak sewenang-wenang dengan di bawah pengaruh hasutan seorang patih fiktif bernama Ra Mapati. Cerita ini berakhir setelah peristiwa Pemberontakan Kuti yang diberantas oleh prajurit Bhayangkari di bawah pimpinan Bekel Gajah Mada.

Kedua kisah tadi adalah cerita sejarah yang dibalut dengan cerita fiksi dengan memadukan kisah-kisah kepahlawanan khas cerita masa jayanya kerajaan-kerajaan di Nusantara. Meskipun agak mengada-ada dan fiktif, namun pendengarnya bisa terbantu dalam memahami sejarah-sejarah masa kerajaan, yang tergambarkan dengan cukup bagus dalam sebuah cerita bersambung, karena di luar kefiktifannya, alur cerita yang disajikan memang tergambar dalam berbagai buku-buku sejarah. Bahkan bagi anak kecil sepertiku, sandiwara radio ini membantu dalam mengembangkan daya imajinasi, maklumlah karena hanya suaranya saja yang muncul, pendengarnya mau tidak mau akan mempunyai gambaran masing-masing dalam memahami cerita tersebut. Selain itu juga bisa menambah kosakata perbahasaan dan pengolahan kata dalam Bahasa Indonesia bagiku.

Sandiwara radio lain yang sering aku dengar adalah cerita yang murni fiktif seperti Sungging Prabangkara dan satu lagi lupa judulnya, kalo gak salah ceritanya mengisahkan seorang pahlawan wanita, Indraswari, dalam membasmi siluman serigala dan kekuasaan Nyai Calon Arang. Kedua cerita ini disiarkan di radio di tahun ’90-an pada jam satu siang, pas banget pada saat istirahat dan makan siang.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya