Tanya Dilema

Suatu pagi, di tengah-tengah pekerjaan, tiba-tiba ponselku berbunyi. Ada pesan di Facebook Messenger dari seorang temanku.

Seperti Nemo

Ada satu film yang bagiku aneh banget, yaitu Finding Nemo. Inti ceritanya kan ada seekor ayah ikan yang mencari anaknya. Yang aneh itu ternyata ikan ini bisa ngomong. Padahal kalopun ikan bisa ngomong, kan ikan ini ada di dalam air. Coba kita aja yang ngomong di dalam air, kedengeran nggak sama temen kita yang ada di deket kita.

Pakai Bahasa Indonesia

Dari sejak blog pertamaku aku selalu pengen mempertahankan ke-Indonesiaanku, khususnya dalam penggunaan bahasa Indonesia di setiap tulisan blogku. Bukan karena aku nggak bisa bahasa Mandarin, Jepang, Korea, atau India, bukan! Tapi sebenarnya emang nggak bisa sih, tapi bukan itu maksudnya.

Hobi

Hobiku adalah membaca. Aku mendapatkannya dari sebuah majalah anak-anak. Jadi gini awal ceritanya, waktu itu ibuku mengirimkan foto dan dataku ke sebuah rubrik koresponden di majalah anak-anak itu. Dan di bagian hobinya, ibuku menuliskan kalo hobiku adalah membaca.

Power Bank

Di jaman gadget seperti sekarang ini, keberadaan smartphone menjadi bagian kehidupan bagi beberapa orang. Tapi di balik kecanggihan dan segala kelebihannya, ada salah satu sisi di mana smartphone justru lebih boros dalam pemakaian daya baterainya.

Rabu, 22 April 2015

Keunikan di Jalan

Sebagai orang yang sering berada di jalanan, dengan mengendarai motor, aku sering menemui hal-hal yang mungkin aneh, unik, atau malah ngeselin. Salah satu yang ngeselin adalah kalo ketemu ibu-ibu di jalan, mengendarai motor, dia nggak kencang, tapi juga nggak pelan. Kecepatannya konstan banget. Yang bikin kesel itu, dia jalannya nggak di tepi jalan, tapi agak nengah gitu.

Mau nyalip lewat kiri, dari depan kendaraan rame banget. Mau nyalip dari kanan, takutnya tau-tau dia jalan minggir. Dan kalo model kaya gini, mau nyalain klakson juga kadang nggak mempan. Bisa kalah sama omelannya.

Pernah ya dulu aku naik sepeda, di pertigaan tiba-tiba dari kanan ada ibu-ibu, naik sepeda juga. Tanpa tengok-tengok, nggak ngasih tanda, tau-tau dia motong jalur bersepedaku. Kadang di sini mau negor juga segan ya. Khawatirnya pas negor ‘Bu, kasih tanda dulu dong!’, eh tiba-tiba dia bilang ‘Uh, dasar cowok, nggak peka…’.

Kan bikin kesel ya, tar bisa-bisa malah terjadi obrolan nggak penting. Bisa aja tau-tau aku ngejawab ‘Emang saya salah apa Bu?’, si ibu ngejawab ‘Pikir aja sendiri!’. Kan kalo udah gini malah bikin bingung, kalo aku bilang ‘Saya nggak tau Bu.’ Si ibu akhirnya bilang ‘Emang ya, semua cowok sama saja!’

Yang bikin heran di jalanan lagi adalah nemuin orang naik motor, pake jaket tapi dibalik. Ini maksudnya gimana gitu. Aku kira gambar jaket yang bagian belakangnya lebih bagus daripada bagian depannya, pas diliat ternyata bagian belakangnya nggak ada gambarnya, polos gitu.

Padahal para perancang jaket itu udah merancang jaket sedemikian rupa, yang bisa nyaman dan aman buat dipakai. Tapi seolah-olah orang-orang ini menganggap para desainer ini salah, sehingga perlu direvisi lagi. Apalagi orang-orang yang nggak hanya pake kebalik, bagian belakangnya dipake di bagian depan. Yang ekstrim bagian lehernya dipake di bawah.

Ada lagi keunikannya adalah orang yang megang setir menghadap atas. Normalnya orang megang setir kan tangannya menghadap ke bawah, muntir gas juga lebih nyaman. Ini ada orang yang berkebalikan.

Dan yang paling unik dari semua yang aku sebut di atas, tentu aja ketemu ibu-ibu yang naik motor, dengan kecepatan konstan, jalan di tengah, pake jaket terbalik, dan tangannya menghadap ke atas.

Senin, 13 April 2015

Blokir

Akhir-akhir ini lagi marak berita tentang pemblokiran situs-situs tertentu oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, dengan rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, sebut saja BNPT. Karena situs-situs ini dinilai menyebarkan nilai-nilai radikalisme.

Dan banyak tanggapan bernada protes tentang aksi pemblokiran ini. Aku jadi berpikir-pikir, jangan-jangan suatu ketika blogku ini diblokir juga, karena menyebarkan nilai-nilai radikalisme. Iya, radikalisme dalam berpikir ngaco.

Pernah sih suatu ketika kena blokir, pas ada orang hajatan gitu. Jalan ditutup, mau lewat nggak bisa, harus putar balik. Ini kan jadi menghambat jalur transportasi ya. Masa orang punya hajat harus gitu-gitu amat sih?

Aksi blokir sering aku lakuin buat kontak Facebook. Ada akun yang suka bikin status misuh-misuh, blok. Akun yang suka bikin status ngeluh, blok. Sampe ada akun yang suka bikin status, aku blok juga. Pokoknya kalo ada kontak yang senengnya kirim hal-hal yang nggak mendukung program mencerdaskan kehidupan bangsa gitu, aku blok aja, biar nggak memberatkan pikiran.

Di telepon seluler itu juga ada fasilitas ngeblok nomor, yang kalo nomornya diblok mereka jadi nggak bisa telepon kita, atau SMSnya nggak masuk ke kotak masuk pesan. Aku sering juga pake fasilitas itu. Tapi sayangnya, fasilitas ini nggak bisa ngeblok SMS dari operator. Tiap hari ada aja SMS masuk dari operator. Udah disempat-sempatin buka telepon seluler buat ngecek pesan, karena bunyi ada pesan masuk, eh ternyata malah SMS dari operator.

Harusnya BNPT itu juga menggolongkan hal seperti ini sebagai aksi teror juga. Niatnya operator sih sebenernya promo fitur atau produknya, tapi kan bagi pengguna hal seperti ini seakan-akan bisa jadi teror. Kalo aja di dalam dunia teror itu berlaku juga sistem delik aduan, lama-lama para operator ini bisa diblokir sama Kementerian Komunikasi dan Informasi, gara-gara bikin teror promo SMS. Dan karena operator kita diblokir, kita jadi nggak bisa pake jasa operator. Tar telepon seluler punya kita jadi berfungsi buat alarm sama buat liat jam aja deh.

Minggu, 05 April 2015

Hamster

Jadi terhitung tahun ini, udah tiga tahun aku miara hamster, hewan imut dan lucu yang tingkat keimutan dan kelucuannya udah ngalahin pemiliknya. Banyak pengalaman pahit dan manis, asem dan asin, yang didapat dari ngerawat mereka.

Pertama beli hamster itu jenis Campbell. Jadi hamster itu juga ada berbagai jenis gitu, yang masing-masing punya karakteristik dan keistimewaan tersendiri. Campbell yang aku beli adalah varian Black Mottled sama Normal Mottled. Tadinya nggak tau nama varian ini, soalnya yang jual bilangnya ini varian panda sama dominan. Sekilas aku liat, emang sih warnanya kaya panda, tapi kok nggak makan bambu ya.

Ngerawat hamster dari nol, dan hanya berbekal sedikit keterangan dari penjualnya, bikin aku harus nyari sumber lain buat ngorek-ngorek data tentang hamster ini. Beruntungnya, tiga tahun yang lalu itu udah ada internet, jadi bisa nyari di situ. Dari internet ini, aku nemuin forum pecinta hamster di Kaskus.

Dari sini, banyak banget yang bisa diambil pelajaran. Dan sebagai pemula, aku nggak mau terlalu lama. Aku harus bisa masuk ke tahap lanjutan sebagai perawat hamster. Makanya, tiap ilmu yang ada langsung aku ambil dan terapkan.

Beralih ke media lain, dapat grup juga di Facebook. Sama kaya sebelumnya, di sini banyak dokumen yang mendukung. Ditambah lagi dapat teman-teman yang nggak pelit ngasih hujatan dan ilmu. Bahkan akhirnya ketemu penghobi hamster juga di Kediri. Ilmu semakin banyak, ngerawat hamster pun bisa lebih baik lagi.

Berawal dari sepasang, nambah-nambah lagi, sampai ada yang beranak juga, sempat menyentuh angka 50 ekor piaraanku. Ada beberapa cerita berdasarkan pengalaman pribadi. Yang pertama adalah nggak semua hal yang dilakukan oleh pedagang atau peternak hamster itu benar. Ada beberapa hal yang malah bikin bahaya bagi hamsternya sendiri. Seperti yang aku alami tadi, bahwa nggak ada yang namanya hamster varian panda atau dominan.

Atau pemberian makanan buat hamsternya. Kalo banyak orang yang seenaknya aja ngasih makan hamster, dengan alasan ‘hemat duit’, ‘hamsternya doyan’, atau ‘biasanya sih gitu’, mestinya nggak semua makanan itu cocok buat hamster. Ada beberapa makanan yang malah jadi racun buat hamster.

Yang berikutnya adalah pengalaman mengembangbiakkan hamster itu. Karena salah-salah, ibu hamster yang melahirkan bisa makan anak-anaknya sendiri. Pernah suatu ketika ada indukan yang ngelahirin, dan aku pisah dengan pejantannya. Anaknya habis dimakan! Sampe dua kali kejadian kaya gitu. Tapi di lahiran yang ketiga, aku sengaja nggak pisahin dengan pejantannya. Anaknya selamat! Padahal udah diniatin, kalo kali ini anaknya habis lagi, nggak bakal aku kawinin lagi.

Dan dari indukan ini, aku jadi tau bahwa pejantan itu nggak akan makan anaknya sendiri, kalo betinanya nggak mulai. Ceritanya waktu itu si betina ngelahirin 5 ekor, tapi kemudian dia mati. Anak-anaknya ikut mati beberapa saat kemudian. Aku baru tau pas ngeliat ke kandangnya, si pejantan ini menyusun anak-anaknya yang udah mati di tempat makannya, seakan-akan bayi-bayi ini masih hidup.

Pengalaman berikutnya saat ada betina yang melahirkan, padahal nggak dicampur sama pejantannya. Jadi untuk mengontrol jumlah populasi, induk akan dipisah saat betinanya melahirkan. Betina yang satu ini aku dapat dalam keadaan hamil, kemudian aku satuin sama pejantan yang aku punya. Nggak berapa lama si betina ini lahiran, dan aku pisah dengan pejantannya. Jadi sebenernya bayi-bayi ini adalah hasil perbuatan pejantan yang lain.

Tapi nggak seberapa lama, sekitar dua minggu berikutnya, betina ini lahiran lagi. Dan kalo diamati, ini adalah hasil perbuatan pejantan yang aku satuin sebelum lahiran itu. Jadi, dari dua pejantan, betina ini mengalami dua kali lahiran, dengan jarak yang nggak jauh beda. Padahal kisaran masa hamil hamsterku ini antara 14 sampai 21 harian gitu.

Sekarang hamster yang ada dalam perawatanku tinggal enam ekor, dari tiga jenis, Campbell, Hybrid, sama Roborovski. Seterusnya aku masih pengen terus merawat hamster, karena kebanyakan penghobi hamster yang sejaman denganku dulu, sekarang udah nggak lagi miara hamster.

Sabtu, 04 April 2015

Proses

Kita semua, sebagai manusia yang hidup, pasti mengikuti proses. Dan seringnya, kita nggak menyadari proses itu. Tau-tau, di titik kita sekarang ini, melihat dokumentasi masa lalu, kita nyadar, ‘Owh, ane dulu kok kaya gitu ya…’.

Misalnya liat foto kita beberapa taun yang lalu, sontak kita bilang ‘Eh, dulu aku kurusan ya…’, atau ‘Dulu aku culun banget!’. Dan yang lebih mengejutkan, ternyata itu kita, dan kita nggak nyadar.

Misalnya lagi kalo ketemu temen lama, temen sekolah yang udah beberapa tahun yang ketemu, tau-tau ketemu dan bilang ‘Kamu kok jadi gini ya?’. Padahal dia sendiri juga berubah, tapi nggak nyadar.

Dan namanya proses ini masih terus berjalan, belum berhenti. Terus berjalan, dan tetep, nggak nyadar. Tau-tau tua.

Dari proses ini banyak pembelajaran yang kita dapatkan, kebanyakan sih dari pengalaman yang kita alami sendiri, atau yang dialami orang lain. Perpaduan antara kisah hikmah, rasa pahit, manis, asem, pedes, sampe hambarnya hidup, nyampur menjadi pengingat hidup yang melekat dalam kehidupan ke depan kita.

Tapi tentu aja, yang namanya proses kaya gitu, nggak harus tiap hal yang kita alami perlu diinget-inget terus. Ambil aja intisarinya, pembelajarannya, sama pengalamannya. Jadi kalo misalkan mau diceritain ke orang lain nggak usah terlalu detail. Orang lain itu kalo diceritain juga sering nggak mau repot ngedengerin. Cukup intinya aja.

Tulisan ini terinspirasi dari berkumpulnya aku dengan teman-teman SD dalam grup WhatsApp, kemudian kami mengenang apa yang kami lakukan di masa lalu. Dan akhirnya kami baru nyadar, udah hampir dua puluhan tahun kami meninggalkan SD itu.

Kamis, 02 April 2015

Antara Sekolah dan Hujan

Hujan itu lebih sering turun di siang, sore, atau malam hari. Jarang turun di pagi hari. Apa mungkin hujan kalo pagi sekolah dulu ya?

Kenapa kali ini aku mengkaitkan sekolah dengan hujan? Padahal dua hal ini beda bidang, dan beda spesialisasi. Itu dikarenakan banyak kenangan yang berkaitan saat dua hal ini bertemu dalam satu potongan kisah kehidupan di masa lalu.

Kalo pas TK dulu, nggak ada hubungan antara sekolah sama hujan. TK kan paling banter, jam 10 pagi udah pulang. Nggak sempat ketemu hujan kalo turunnya siang. Lagian kalo hujannya mulai pagi, mending nggak usah masuk.

Di SD banyak kenangannya. Misalnya pernah pas masuk siang, waktunya pelajaran olahraga, eh hujan turun deras banget. Akhirnya nggak ada pelajaran, yang ada malah main hujan-hujanan. Atau karena masuk siang pulangnya sore, pas hujan bingung pulangnya. Andalannya cuma nunggu jemputan yang bawain payung.

Kalo pas SMP, salah satu kenangan paling berkesan dengan hujan adalah pas masuk siang, listrik di sekolah padam. Dan karena SMP kami nggak dapat bantuan UPS dari DPRD, didukung dengan hujan lebat, maka di kelas jadi gelap. Ditambah lagi pelajaran belum usai, maka kami dapat jatah lilin di masing-masing kelas. Jadilah kita belajar di kelas dengan penerangan lilin.

Yang paling banyak dapat pengalaman sekolah dan hujan adalah pas sekolah di STM. Karena ke sekolah itu naik sepeda, maka hujan adalah salah satu rintangan tersendiri selama perjalanan. Kalo pas berangkatnya sih jarang banget kehujanan, bahkan bisa dibilang cuma sekali yang aku ingat kehujanan. Waktu itu pas hari membengkel, pagi-pagi udah gerimis. Karena pake sepeda gunung, yang nggak ada slebornya, sehingga cipratan air di tanah bisa balik ke punggung. Akhirnya seragam putihku pun menjadi bercorak garis dorsal sepanjang punggung, gabungan antara air kotor dan tanah.

Salah satu pengalaman yang paling menegangkan itu ketika nekad menembus hujan pas pulang sekolah. Karena rumah udah tinggal sekitar tiga kilometer lagi, dan hujan turun, nanggung banget kalo harus berteduh, akhirnya aku nekad menembus hujan itu. Sayangnya, hujannya nggak mau ditembus oleh seorang siswa STM yang hanya mengandalkan sepedanya. Hujannya makin lebat, sehingga efek yang terjadi kemudian adalah aku merasa seperti orang yang mau tenggelam di waduk. Dan akhirnya aku menyerah. Berhenti sebentar, berteduh.

Yang sering jadi kepikiran kalo pas kehujanan gitu adalah gimana nasib buku-buku di dalam tasku. Emang kebanyakan sih jadi basah. Yang lain adalah, gimana nasib sepatuku ini. Karena aku hanya punya sepasang sepatu, kalo sore ini pas pulang sekolah kehujanan, dan nggak dimasukin kantong plastik, besok pagi aku pasti berangkat sekolah pake sepatu yang setengah kering, sebagian besar basah. Kalo jalan, jadi ada bunyi semacam percikan air gitu.

Dan karena udah terlalu keseringan kehujanan, maka di akhir-akhirnya aku bawa jas hujan kalo ke sekolah. Agak ngrepotin sih, tapi ada gunanya juga. Meskipun kadang kalo cuma hujan gerimis aja juga nggak aku pake, takut jas hujannya basah. Kalo basah kan, garansinya ilang.

Ada satu lagi kenangan hujan dan sekolah adalah, kalo hujan lebat, daerah antara SMAN 1 sampai SMA St. Agustinus Kediri itu banjir. Soalnya konon kabarnya, dulunya daerah situ rawa, airnya gampang menggenang. Dan parahnya, sistem saluran pembuangan airnya juga nggak beres. Jadi, kalo abis hujan lebat sore ini, besok paginya kita akan melihat anak-anak SMAN 1 berjejer di depan sekolah, sambil mengamati genangan air, dan mungkin ada yang merenung, ‘Air sebanyak ini bisa dibikin apa ya?’, atau ‘Air banyak gini, buat mi rebus dulu ah…’. Dan di sela-sela anak-anak ini, ada juga yang meneriakkan ‘Asyik, libur…’.

Dan daerah antara SMKN 1 Kediri, pagar paling timur sampe pagar paling barat, juga tergenang air. Tapi kami nggak ada tuh, yang duduk terdiam di atas genangan air, sambil berpikir ‘Ane sakti nih, bisa duduk di atas air…’, atau tiba-tiba ada yang punya prospek usaha bikin air isi ulang kemasan galon. Kita tetep aja masuk sekolah, kaya biasanya. Soalnya beda dengan keadaan di SMAN 1, yang banjir di sekolahku kan depan sekolah doang, kelasnya nggak.

Daftar Blog Saya