Tanya Dilema

Suatu pagi, di tengah-tengah pekerjaan, tiba-tiba ponselku berbunyi. Ada pesan di Facebook Messenger dari seorang temanku.

Seperti Nemo

Ada satu film yang bagiku aneh banget, yaitu Finding Nemo. Inti ceritanya kan ada seekor ayah ikan yang mencari anaknya. Yang aneh itu ternyata ikan ini bisa ngomong. Padahal kalopun ikan bisa ngomong, kan ikan ini ada di dalam air. Coba kita aja yang ngomong di dalam air, kedengeran nggak sama temen kita yang ada di deket kita.

Pakai Bahasa Indonesia

Dari sejak blog pertamaku aku selalu pengen mempertahankan ke-Indonesiaanku, khususnya dalam penggunaan bahasa Indonesia di setiap tulisan blogku. Bukan karena aku nggak bisa bahasa Mandarin, Jepang, Korea, atau India, bukan! Tapi sebenarnya emang nggak bisa sih, tapi bukan itu maksudnya.

Hobi

Hobiku adalah membaca. Aku mendapatkannya dari sebuah majalah anak-anak. Jadi gini awal ceritanya, waktu itu ibuku mengirimkan foto dan dataku ke sebuah rubrik koresponden di majalah anak-anak itu. Dan di bagian hobinya, ibuku menuliskan kalo hobiku adalah membaca.

Power Bank

Di jaman gadget seperti sekarang ini, keberadaan smartphone menjadi bagian kehidupan bagi beberapa orang. Tapi di balik kecanggihan dan segala kelebihannya, ada salah satu sisi di mana smartphone justru lebih boros dalam pemakaian daya baterainya.

Sabtu, 31 Desember 2011

Salah Dikira

Di suatu siang, abis muter-muter keliling Kediri, istirahat sejenak sambil sholat Dhuhur di salah satu masjid yang sering aku kunjungi. Pas selesai dan sedang pake sepatu, ada dua orang bapak-bapak yang lagi ngobrol dekat dengan tempat sepatuku tadi aku taruh.

“Itu dagangannya apa, Mas?”, tanya salah seorang bapak sambil nunjuk sebuah motor yang penuh dengan meja kecil yang biasanya buat anak-anak kecil belajar atau mewarnai gambar.

“Itu meja, Pak!”, jawabku.

“Ooo, meja kecil itu ya, yang buat belajar itu ya?”

“Inggih, Pak.”

“Rumahnya mana, Mas?”

“Ngadiluwih, Pak.”

“Ngadiluwih yang mana?”

Obrolan pun berlanjut, dan kemudian aku tahu kalo bapak itu dulunya pernah bekerja di Ngadiluwih, dan dekat dengan rumahku. Beliau menanyakan kabar orang-orang yang beliau kenal, yang sama sekali aku gak kenal. Maklum, yang ditanyain orang-orang yang gak segenerasi sama aku, jadi aku kan juga gak kenal, tau namanya aja nggak.

“Dagang gini udah lama atau baru merintis?” tanya bapak itu.

Saat itu aku baru nyadar kalo ternyata bapak tadi mengira aku yang punya motor beserta dagangannya.

“Itu bukan punya saya, Pak!”, jelasku, sambil agak tidak yakin bapak ini berpikir kalo ini motor bukan punyaku, atau dagangannya bukan punyaku tapi aku yang jual.

Tak seberapa lama kemudian, si bapak ini ngobrol dengan bapak yang satunya. Daripada ditanya-tanya lagi, aku langsung minta pamit, “Saya duluan Pak, pareng...”

Dan kemudian aku berjalan ke arah motorku yang aku parkir agak jauh dari situ, dekat gerobak siomay. Aku gak lagi berpaling ke belakang, jadi aku gak tau gimana reaksi bapak itu saat tau ternyata motor beserta perangkatnya itu bukan punyaku. Sebagai tambahan, sebenarnya tampilanku waktu itu tadi gak mirip-mirip banget sama bapak pedagang meja lo.

Jumat, 30 Desember 2011

Penghuni Tetap dalam Tasku

Pergi ke mana-mana tanpa membawa tas, bagaikan garam tanpa sayur, kurang lengkap gitu rasanya. Meskipun terkadang tidak terpakai, tapi buat jaga-jaga aja siapa tau di jalan beli sesuatu, yang kemudian biar gak repot ditaruh di dalam tas. Terakhir kali aku beli tas sekitar dua tahun yang lalu, buat gantiin tas laptop bawaannya yang udah sobek di mana-mana. Dapatlah sebuah tas yang lumayan bagus dan kuat, bisa dua fungsi, cangklong dan ransel, hanya saja bentuknya tipis dan ngepres untuk laptopnya, sehingga agak kesulitan kalo mau bawa barang ekstra.

Kebetulan pas ikutan seminar beberapa waktu yang lalu dapat jatah tas buat pesertanya, cocok buat dijadiin tas harian. Pas dengan ukuran laptop, kantong ekstra, dan yang lebih penting, bentuknya agak tebal dan besar sehingga bisa muat buat barang tambahan (asal yang nggak terlalu gede). Sebagai tas harian, tentunya penghuni tetap tas ini adalah barang-barang yang sering aku gunakan dalam kegunaan kesehariannya, di antaranya:
  • Laptop dan chargernya. Tentu saja ini ‘senjata’ penting buat kerja ke mana-mana, sehingga selalu ada dalam tas kalo pas berangkat dan pulang kerja.
  • CD-CD program. Ingat, kerusakan software komputer bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Maka dari itu, untuk tindakan pencegahan, selalu sediakan CD program, tentunya program-program yang penting buat perawatan komputer.
  • Obeng serba fungsi. Kalo pulang kemalaman dan pintunya terkunci, benda ini sangat berguna buat membantu membuka pintu. Hehehe, pastinya bukan itu fungsinya mengapa obeng selalu dibawa ke mana saja. Hampir sama dengan CD tadi, obeng bisa digunakan di mana saja dan kapan saja, tentunya buat hal-hal yang bermanfaat.
  • USB bluetooth. Buat keperluan transfer data ke HP saat sewaktu-waktu dapat lagu atau gambar bagus yang bisa ditransfer lewat bluetooth, baik itu dari komputer ke HP, atau sebaliknya, dari HP ke komputer.
  • USB MP3 player 256 mb. Berfungsi buat flashdisk cadangan, berguna saat flashdisk dipinjam teman dan tidak jelas kapan mau dikembalikan.

Tentunya dengan diisi barang-barang ini, tas masih menyisakan sedikit tempat buat barang-barang yang perlu dibawa secara tidak permanen, misalnya kalo ada teman yang ngasih jajanan dan mau dibawa pulang, tasku dengan senang hati menampungnya. Atau kalo kerja bawa pakaian ganti, masih muat juga dimasukin ke tasku ini. Dan yang penting jangan sampai tasnya ketinggalan saat pulang kerja, harus balik ke kantor lagi nih.

Kamis, 29 Desember 2011

Becak-Becak Kota

Apakah kendaraan yang paling ‘sakti’ dan ‘menguasai’ jalanan? Bukan truk atau bis besar, melainkan becak. Setidaknya itulah yang aku lihat di kotaku ini, entah di kota lain. Dengan sangat entengnya becak bisa melalui jalan apapun, tanpa merasa ketanggungan bersalah karena mungkin ada peraturan dan rambu-rambu lalu lintas yang dilanggarnya. Di persimpangan lampu merah, becak akan tanpa beban tetap melaju seolah tidak ada peraturan apa-apa. Ataupun di daerah jalan satu arah, dari arah berlawanan juga masih saja ditemui becak yang melawan arus lalu lintas. Musuh besar bagi pengemudi kendaraan dan pengguna jalan lainnya yang udah mengikuti dan mentaati peraturan lalu lintas.

Nantinya kalau kemudian salah seorang pengemudi becak yang terkena masalah, entah itu dengan polisi atau bersinggungan dengan pengguna jalan yang lain, kemudian pengemudinya akan memanggil teman-teman sesama pengemudi becak untuk membantunya menyelesaikan masalah, tentunya bukan selalu dengan kekeluargaan. Sebuah taqlid buta, gak jauh beda dengan para pelajar yang suka tawuran atas dasar ‘membantu teman’ tanpa tahu akar permasalahannya.

Tak bisa dipungkiri, memang naik becak memang mengasyikkan. Angkutan umum favorit yang menyediakan limpahan angin segar (kalo pas gak ada polusi udara) dan juga air segar (kalo pas hujan). Becak yang berjalan perlahan-lahan memberikan pemandangan sekitar yang bisa dinikmati lebih rinci dan mendalam, terutama di daerah-daerah yang belum pernah dikunjungi. Dengan model becak yang dikayuh, atau yang sekarang ini lagi musim menggunakan mesin, sama-sama menawarkan sensasi tersendiri dalam menggunakan angkutan umum, terutama bila membawa barang-barang berat. Seringnya becak juga bisa dijadikan sarana angkutan buat mengangkut barang-barang berat seperti barang-barang mebeler.

Maaf bagi teman-teman yang kebetulan berprofesi sebagai pengemudi becak, atau teman-teman yang kebetulan ada kerabat atau sanak saudaranya yang berprofesi sebagai pengemudi becak, bukan bermaksud untuk menggeneralisasi semua pengemudi becak selalu ugal-ugalan. Tapi yang sering terlihat memang seperti itu, sehingga yang terlihat tidak tertib itu bisa menutupi pengemudi becak lain yang sudah tertib mentaati peraturan. Seharusnya mari semua mentaati lalu lintas sehingga memberikan rasa aman bagi pengguna jalan yang lain, buktikan bahwa pengemudi becak juga bisa menjadi pengguna jalan yang cerdas, bukan menjadi ancaman keselamatan kendaraan yang lain, juga bukan menjadi musuh polisi dalam menegakkan kedisiplinan lalu lintas.

Rabu, 28 Desember 2011

Mengenali Bos

Saat membenahi komputer di sebuah lembaga, aku mendengar dua orang karyawan lembaga tersebut sedang bercakap-cakap. Tentunya bukan karena aku sengaja nguping, lagian buat apa nguping pembicaraan orang yang tidak menyangkut dengan namaku. Dalam sebuah percakapan, salah seorang di antaranya berujar dengan nada bertanya, apakah bosnya tahu bagaimana karyawannya dan kemampuan kerja karyawannya. Dalam hati aku bertanya-tanya, apakah kalimat ini hanya merupakan sebuah bahan pembicaraan saja, ataukah dia benar-benar tidak mengenal bagaimana bosnya.

Karena tentu saja aku tahu bagaimana ‘kesaktian’ bosnya, yang mungkin belum pernah aku kenal ada orang yang mengenal orang lain ‘sehebat’ bosnya tersebut. Si bos tersebut bisa menilai secara global seseorang hanya dari dengan melihat muka dan penampilan orang tersebut. Aku cukup kenal beliau ini, karena udah cukup lama aku bekerjasama dengan si bos ini, jadi aku cukup tahu bagaimana interaksi beliau dengan karyawannya. Sebagai pimpinan, terutama mengurusi masalah sumber daya manusia, tentulah beliau mempunyai kompetensi yang mumpuni, di atas rata-rata orang kebanyakan, di situlah letak ‘kesaktian’ beliau. Dan kalau karyawan tadi mempertanyakan hal tersebut, bisa jadi dia belum kenal betul bagaimana bosnya tersebut.

Merupakan suatu kebutuhan bahkan kewajiban kalau seorang pimpinan mengenal bagaimana watak dan karakter, serta kemampuan bawahannya secara menyeluruh. Namun, tidak ada salahnya kalau sebaliknya, seorang karyawan juga mengenal secara mendalam bagaimana watak dan karakter atasannya. Dengan demikian seorang bawahan bisa menyesuaikan diri dan menempatkan diri secara benar di hadapan atasannya. Memang ada atasan yang sangat akrab dan ramah dengan bawahannya, sehingga seolah-olah tidak ada jarak di antara keduanya. Namun tentu saja, di dalam dunia kerja, tetap harus dibedakan posisi atasan dan bawahannya. Sang atasan, sebagai pemegang, pengendali dan pengambil kebijakan, harus tetap punya kewibawaan dalam menerapkan kebijakan tersebut kepada bawahannya. Jangan sampai karena sudah dekat banget, perintah atasan tidak perlu dianggap serius oleh bawahannya.

Aku mendapati beberapa atasan dengan karakter yang hampir sama, menuruti selera mereka dalam hal sebuah hasil pekerjaan. Dengan atasan yang dulu, aku sering berselisih paham dan berdebat dalam mempertahankan ide dan gagasanku, sebelum akhirnya mau tidak mau aku harus patuh pada pilihannya. Dengan atasan yang sekarang tidak jauh berbeda pula. Kalau udah demikian, biasanya aku menganut sistem kerja ‘pemalas pasif’, mengerjakan sesuatu dengan diperintah. Meskipun si bos udah bilang ‘Tuangkan idemu!’, tapi berdasarkan dengan pengalaman yang sudah-sudah, aku tahu akan jadi apa ide itu, terutama kalau berseberangan dengan selera bos.

Dengan mengenal atasan atau bos juga membiasakan kita mengenali sedang bagaimana emosi si bos, sedang marah, sedih, senang, atau yang lainnya. Sehingga saat sedang ingin menyampaikan sesuatu, kita juga harus menempatkan diri, karena bila salah bertindak bisa-bisa apapun yang dilakukan pasti akan salah bagi penglihatan dan perasaan si bos. Namun, tentunya bos yang baik bukanlah bos yang seperti ini, melainkan juga mempunyai pengertian kepada karyawannya. Sebaliknya pula, karyawan yang baik juga mengenal bosnya, setidaknya cukup mengenalnya. Dan kemungkinan, di sebuah lembaga besar seorang bawahan akan sangat sulit dan jarang bertemu dengan bosnya, tapi di sebuah lembaga kecil seorang bawahan akan sangat mudah dan sering bertemu dengan bosnya.

Selasa, 27 Desember 2011

Metamorfosa

Katak berawal dari telur dan menetas sebagai kecebong, punya ekor, tanpa kaki, dan hidup di air. Setelah agak besar akan muncul keempat kaki dengan tetap berekor. Dan setelah dewasa ekor akan menghilang secara permanen, berganti dengan sosok berkaki empat yang bisa hidup di dua alam. Demikian juga siklusnya dengan kupu-kupu yang berawal dari telur-telur yang menetaskan ulat, dan kemudian ulat akan membentuk kepompong untuk kemudian muncul sebagai wujud lain berupa kupu-kupu.

Sama seperti contoh tadi, makhluk hidup yang lain sebenarnya juga bermetamorfosis, tidak terkecuali manusia. Secara fisik, beberapa organ tubuh dan hormon-hormon manusia baru aktif setelah masa beberapa tahun hidupnya di dunia ini. Manusia yang mempunyai kesempatan mendapatkan umur sampai masa-masa itu akan mengalami beberapa perubahan dalam bentuk fisiknya, sehingga akan menyesuaikan diri dengan keadaannya yang kemudian.

Secara psikis, manusia akan mengalami perkembangan pemikiran, atas dasar apa yang telah mereka alami selama hari demi hari dan waktu demi waktu masa hidupnya. Pembelajaran dan pengalaman hidup akan terus mengisi memori-memori mereka, sehingga akan didapatkan pengalaman yang lebih baik yang bisa menjadi landasan dasar mereka menjalani kehidupan ke depan. Di sini proses seleksi alam akan berlangsung, karena terkadang manusia terjatuh bukan karena orang lain, tapi sering juga manusia terjatuh karena dirinya sendiri.

Senin, 26 Desember 2011

Berkebalikan

Hanya beberapa saat setelah wasit meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan, secara spontan para pemain Turki menggandeng dan merangkul para pemain Korea Selatan yang terkulai lemas setelah dikalahkan dengan skor 2 – 3. Kemudian dengan bersama-sama mereka saling berangkulan dan bergandengan memberi hormat kepada para penonton yang memenuhi stadion (yang mayoritas pendukung Korea Selatan). Para pemain Korea Selatan tidak sempat lagi berlarut-larut dalam kesedihan, dalam semangat sportivitas bersama-sama dengan para pemain Turki larut dalam kebanggaan dan kegembiraan, berbaur dengan perasaan para penonton yang meskipun tim mereka kalah, mereka tetap bangga atas perjuangan para pemain Korea Selatan ini. Turki mungkin yang menjadi pemenang dalam ‘final kecil’ ini, menjadi peringkat ketiga dalam Piala Dunia 2002, tapi bagaimanapun juga Korea Selatan juga dalam semangat yang sama, prestasi yang sama, hanya hasil akhir yang berbeda.

Dibayangi dengan kondisi politik dan perbedaan ideologi yang kental, tim nasional Iran dan Amerika Serikat bertemu dalam babak penyisihan Piala Dunia 1998. Jauh sebelum pertandingan, dan dimulai beberapa saat undian grup Piala Dunia, seluruh masyarakat penggemar bola menanti-nanti bagaimana laga ini akan berjalan. Beberapa saat sebelum laga dimulai, biasanya kedua tim akan berfoto masing-masing. Tapi dalam laga ini, kedua tim berfoto bersama, berbaur jadi satu, saling bertukar buket bunga, dan dalam semangat suasana persahabatan. Hasil akhirnya, Iran mengalahkan Amerika Serikat, 2 – 1.

Setelah runtuhnya Uni Soviet, dua per tiga wilayah Moldova ingin masuk Rumania, tetangganya di sebelah barat. Sementara wilayah bagian Timur, sungai Dniestr, ingin dekat Ukraina dan Rusia. Perang pun meledak, timur retak dan membentuk Transdniestria, yang sampai sekarang tidak dikenal dunia. Lalu, Moldova dan Transdniestria terlibat perang. Perang ini disebut perang paling aneh di dunia. Militer lokal menyebutnya sebagai Perang Mabuk. Bayangkan saja, bagaimana tidak disebut Perang Mabuk, para perwira dua negara itu pagi sampai sore mereka berperang mati-matian, saling menembak dan membunuh satu dan lainnya, namun malamnya mereka bertemu, bersenang-senang mabuk bersama. Maklum saja, mereka sebelumnya sudah saling mengenal, hanya karena akhirnya negara berbeda karena kejatuhan Uni Soviet, membuat mereka bermusuhan. Demi negara yang mereka bela, mereka bermusuhan, tapi pertemanan tetap berjalan pada malam hari.

Saat Perang Dunia I berlangsung beberapa bulan dan Natal 1914 segera mendekat, Skotlandia, Perancis dan Jerman yang berbeda kubu ini menyepakati untuk melakukan gencatan senjata dan merayakan Natal. Memang aneh untuk membayangkan sekelompok tentara Skotlandia, Perancis dan Jerman di garis depan Perang Dunia I dapat terlihat rukun dan harmonis, hal yang mustahil di era tersebut. Tapi begitulah yang tampak pada malam Natal tahun 1914. Di tengah-tengah pertempuran yang membara, para perwira dan prajurit dari ketiga negara yang tadinya saling membunuh itu kini sama-sama meletakkan senjata sejenak untuk berbagi anggur dan makanan, bernyanyi bersama, bersenda gurau, saling bertukar foto atau bermain sepakbola di atas salju.

Ada banyak faktor yang membuat kita saling berhadapan sebagai musuh, tapi ada banyak faktor pula yang membuat kita saling berdampingan sebagai sahabat.

Minggu, 25 Desember 2011

Ayo Ngeblog, Pren!!!

Ngeblog, sebenarnya bukan cuma soal punya sesuatu hal secara online yang bisa dibangga-banggakan, tapi juga sebagai tempat buat ‘menambatkan’ segala macam isi hati dan pikiran, berbagi dengan orang lain, membentuk komunitas dan jaringan, dan berbagai macam fungsinya. Ada berbagai macam jenis blogger dengan berbagai ‘kelakuan’ mereka dalam blog-blog mereka. Ada yang mengisi blog mereka dengan kegiatan sehari-hari, ada yang menjadikan blog mereka sebagai tempat curahan hati, ada yang membuat blog mereka sebagai kumpulan hasil karya sastra mereka (entah itu cerpen ataupun puisi), ada yang menciptakan blog mereka sebagai media berbagi informasi dari sumber-sumber lain, ada yang memenuhi blog mereka dengan artikel yang mereka ciptakan dan tulis sendiri untuk dipublikasikan ke publik, ada yang menyediakan blog mereka sebagai tempat jualan dan promosi (entah itu produk ataupun sebuah badan usaha), dan ada juga yang memakai blog mereka sebagai sarana memperoleh passive income.

Tidak semua pengguna internet suka membuat blog, tergantung pada pribadi masing-masing. Karena membuat weblog juga butuh kecermatan, ketelitian dan ketelatenan sendiri, dalam mengelola serta mengisi dan membuatnya menjadi lebih bermanfaat dan indah dilihat bagi para pembacanya. Apalagi di masa akhir-akhir ini, di mana situs-situs jejaring sosial begitu marak, menggoda para pengguna internet menuliskan kata-kata yang ‘enteng’ tanpa repot-repot membuat sebuah tema dan blog, tapi bisa dilihat dan dibaca oleh banyak orang. Sebuah fenomena yang cukup banyak berdampak pada perilaku setiap pengguna teknologi, apalagi kemudian berpengaruh dengan ‘menyeret’ blogger untuk lebih tertarik menggunakan sarana jejaring sosial untuk membagikan isi pikiran mereka tanpa kerepotan mencari ide panjang untuk menyusun sebuah ‘karangan’ dalam sebuah blog.

Yang pasti, tidak bisa dibandingkan antara jejaring sosial dengan blog itu sendiri, karena penggunaan dan tujuannya sudah pasti beda. Mungkin bisa dibandingkan antara situs jejaring yang satu dengan yang lain, atau blog yang satu dengan yang lain, karena dalam satu konteks jaringan yang sama, tapi tidak bisa dibandingkan secara bersilang karena alasan tersebut di atas. Bahkan kemudian saat dijembatani dengan terbentuknya jejaring sosial yang menyertakan halaman weblog, atau weblog yang disisipi dengan jejaring sosial, tetap saja rasanya berbeda. Sebuah weblog lebih berfungsi luas, keberadaannya tidak hanya bisa dinikmati oleh kontak saja, tapi bisa dilihat dan dibaca oleh seorang pengguna yang bahkan tidak punya akun apapun yang sama dengan halaman weblog yang dibacanya. Berbeda jauh dengan weblog yang terletak di dalam situs jejaring sosial, yang seringnya hanya bisa dilihat dan dibaca oleh kontak pemilik akun tersebut.

Membangun ukhuwah, jaringan, network, ataupun pertemanan mungkin menjadi persamaan dari kedua jenis fasilitas internet ini. Dalam weblog ataupun jejaring sosial pasti akan dibutuhkan dukungan dari orang lain dalam menerbitkan sesuatu dalam akunnya. Jejaring sosial sudah pasti membutuhkan kontak untuk melihat apapun yang kita keluarkan di dalam akun kita. Weblog pun, meskipun tidak selalu, membutuhkan kontak untuk melihat apapun yang kita terbitkan di dalam akun kita. Tentu saja dalam bentuk ‘keluaran’ yang berbeda dari kedua jenis ini. Jejaring sosial lebih bersifat hal-hal yang singkat, satu kalimat, satu kata, bahkan satu huruf pun sering muncul di sini. Tapi dalam weblog, sebuah kata yang dikeluarkan akan membutuhkan banyak penjelasan di bawahnya, pengurai kalimat yang membentuk sebuah paragraf, yang kemudian membentuk sebuah tulisan padat.

Kalaupun kemudian banyak blogger yang terseret arus dengan lebih aktif di jejaring sosial daripada dalam weblognya sendiri, mungkin mereka lebih mempertimbangkan betapa kemudahan jejaring sosial memberikan fasilitas pertemanan yang luas, tidak bergantung bagaimana tingkat pemahaman pembacanya dalam membaca tulisannya, tidak bergantung pada bagaimana isi tulisannya (karena mungkin pengunjung jejaring sosial bukan seseorang yang suka membaca, mereka sering mengeluarkan komentar hanya dengan membaca judulnya tanpa membaca isinya). Tidak perlu ada beban moral bagaimana dampak tulisan dalam jejaring sosialnya daripada di weblognya.

Seperti yang pernah aku tulis sebelumnya, bahwa seorang blogger dengan blogger yang lain tidak perlu sama-sama online dalam berkomunikasi. Bahkan dengan sekedar komen-komen ataupun menulis di buku tamu, lebih jauh lagi berkomunikasi lewat pesan pribadi, berkunjung ke blog teman pun sudah menjadi bentuk komunikasi para blogger. Tentu saja mungkin seorang blogger bisa jadi mendapatkan kesulitan dalam mencari ide untuk kemudian diuraikan dalam kata-kata dan kalimat-kalimatnya, karena ide tidak selalu mengalir begitu saja. Namun begitu, tetap saja aktifitas ngeblog merupakan sesuatu yang harus tetap dipertahankan, terutama bagi mereka yang beranggapan bahwa ngeblog bukan hanya sekedar ngeblog, tapi menjadi aktifitas rutin keseharian mereka. Kalo sudah begini, apapun, bagaimanapun, dan kapanpun, tidak ada alasan bagi mereka untuk menghentikan aktifitas blogging mereka, karena ngeblog adalah bagian dari kehidupan blogger. Ngeblog masih tetap banyak menawarkan media berkreasi, berkomunikasi dan pembelajaran yang sangat memadai dan terbentang luas, tergantung bagaimana blogger itu sendiri mendayagunakannya.

Sabtu, 24 Desember 2011

Berproses yang Bukan Sekedar Proses

Di tengah-tengah keringnya ide menulis, aku mendapati diriku sedang dalam di tengah-tengah melalui sebuah proses, proses yang sangat berat, yang menentukan apakah aku layak dan pantas hidup di dunia ini sebagai ahsan nas, atau hanya sebagai pelengkap atribut keduniaan ini. Proses pendewasaan, sebuah proses yang sebenarnya terus dan terus berlangsung, yang sangat berpotensi meruntuhkan mental bagi mereka yang tidak siap dan cenderung mengedepankan tampilan ego mereka sendiri untuk menghadapi kehidupan ini.

Mengalami masa yang agak panjang dalam penderitaan futur, menghadapi berbagai masalah yang muncul tanpa diinginkan, akhirnya memaksakan diri untuk menumbuhkan rasa sabar, tenang, tawakkal, ikhtiyar, dan kemudian istiqomah. Tidak ada yang paling mudah karena semuanya serba sulit. Terkadang karena perasaan adalah milik pribadi seseorang, terseret arus eksternal itu pasti. Pengaruh dari luar sangat kuat sehingga mempengaruhi keteguhan hati dalam menjalankan proses ini. Menumbuhkan semua sifat pendewasaan dengan badai ketidakpastian tentulah menjadikan proses yang berat menjadi lebih berat lagi.

Seringnya sebuah antusiasme berkembang di awal prosesnya, untuk kemudian perlahan layu dan mati. Keistiqomahan yang tidak dijaga keberadaannya membuat segala hal yang dirancang sedemikian rupa hancur tanpa bentuk apapun, sehingga tidak ada yang bisa dipertahankan. Kalau sudah begini, tidak ada lagi yang perlu dipersalahkan selain diri sendiri. Ketidakteguhan dalam menjalankan azzam yang telah ditetapkan sebelumnya menjadi halangan dalam menjalani kehidupan ke depannya. Penyesalan yang tidak perlu diadakan, karena segala hal yang sudah dijalani pasti sudah harus disadari dan hadapi segala resikonya. Menumbuhkan keikhlasan dalam menghadapi segala hal juga menjadi bagian yang sangat sulit, karena tidak semua orang bisa berpikir dan memahami betapa hidup ini tidak sepadan dengan waktu yang dihabiskan untuk menyesali sesuatu.

Hidup adalah berproses, berproses tanpa henti, sampai kapan? Sampai kehidupan dunia kita ini berakhir, saat hidup kita sudah berhenti untuk dunia kita yang sekarang ini. Hidup bukan untuk mati, tapi hidup untuk hidup setelah mati. Berproses selagi kita masih bisa menjalani kehidupan ini, untuk meraih status sebagai ahsan nas, bukan hanya sebagai pelengkap atribut keduniaan ini. Menjadi tua adalah pasti, menjadi dewasa adalah pilihan. Saat berhasil melewati proses pendewasaan ini, derajat seseorang akan berada di tingkat yang lebih tinggi lagi, untuk kemudian bersiap menghadapi proses-proses panjang berikutnya. Karena masa depan bergantung pada bagaimana diri sendiri menghadapi dan menentukan apa yang diambil dan dijalani pada masa sekarang, dan diri sendiri yang merasakan dampak dan resikonya di masa mendatang.

Jumat, 23 Desember 2011

Grup Vokal

Gak nyangka ternyata jaman grup vokal kembali ngetrend akhir-akhir ini, dengan sedikit banyak dipengaruhi oleh KPop (setelah era ngetopnya musikal Mandarin dan JPop) yang lagi digandrungi di Indonesia. Padahal tadinya kiprah grup vokal hampir tidak terdengar santer sebelumnya, setelah lahirnya banyak grup vokal di akhir dekade 90an dan awal 2000an. Entah mengapa kemudian grup ini disebut boyband atau girlband, padahal mereka bukan band. Tentu saja jelas perbedaannya, sebuah band pasti memainkan alat musik mengiringi vokalnya, sedangkan grup vokal hanyalah kumpulan penyanyi tanpa alat musik, atau istilahnya minus one.

Grup vokal memang ngetrend di era 90an sampai 2000an, tapi jauh sebelum itu, di dekade tahun 80an sudah muncul pula grup-grup vokal, salah satu yang paling menonjol adalah New Kids on the Block (NKOTB). Seolah-olah grup ini mengawali era pasar grup vokal, menerobos di antara kepungan grup-grup band rock yang banyak muncul di masanya. Kemudian muncullah grup-grup vokal lain, yang kemudian memberikan warna musik pop dance pada musik dunia, seperti Take That, Backstreet Boys, ‘N Sync, dan sebagainya, meskipun ada pula grup vokal yang membawa aliran pop ballad atau juga pop gospel, beberapa di antaranya seperti All 4 One, Boys 2 Men, Boyzone, sampai era Westlife.

Dari jalur girl-nya, salah satu yang tersukses adalah Spice Girl, yang kemudian seperti di jalur boy-nya, diikuti oleh beberapa grup lain yang mencoba kesuksesan menghidupkan ‘girlband’. Ada juga beberapa grup vokal yang kemudian benar-benar menjadi band seperti The Moffats dan A1, dengan kualitas musikalitas yang lebih mentereng meskipun dengan aliran musik yang agak berbeda dengan kemunculan awal mereka.

Grup vokal yang memproduksi musik dan lagu mereka sendiri lebih menunjukkan kualitas mereka ketimbang grup vokal yang menyanyikan lagu ciptaan orang lain dan menyanyikannya secara minus one, secara grup vokal ini lebih menghayati musik yang mereka buat dan mereka bawakan. Karena secara klise bisa terlihat, meskipun sebuah grup vokal memiliki anggota lebih dari satu, namun kebanyakan mereka hanya memilih dua sampai tiga anggotanya saja sebagai lead vokalnya. Pembagian solo vokal yang merata jarang terlihat, meskipun grup seperti A1 ataupun 5ive punya pembagian suara untuk masing-masing personelnya. Salah satu lagu yang benar-benar ‘grup vokal punya’ adalah ‘Tonight’ yang dinyanyikan oleh NKOTB, di mana hampir sepanjang lagunya kelima anggotanya menyanyikan secara koor dan bersamaan. Hal inilah yang kemudian muncul di grup-grup vokal baru yang muncul akhir-akhir ini, memberikan porsi suara yang hampir sama untuk semua anggota grup meskipun terkadang terlihat agak memaksakan.

Bagaimanapun memang trend terkadang bisa terulang, meskipun pada kenyataannya mungkin di antaranya hanya merupakan grup plagiat atau meniru atau terinspirasi atau apalah namanya dari grup vokal lain, dari negara lain, yang kadang tidak cocok untuk pasaran musik Indonesia. Bagaimanapun pula, karya asli bangsa Indonesia masih terlihat lebih bagus dan lebih membanggakan daripada karya tiruan apapun. Kalaupun era grup vokal akan mulai bersinar kembali dan entah sampai kapan, hal itu bisa memperkaya kembali warna musik Indonesia yang sedang mendayu-dayu.

Kamis, 22 Desember 2011

Generalisasi Ataupun Pengkhususan Hari Ibu

Ada apa dengan tanggal ini sehingga ada banyak sekali sanjung buat ibu? Hari ibu? Mengapa hari ini? Mengapa harus hari ini? Mengapa hanya hari ini? Bukankah kasih ibu ada setiap hari? Lalu mengapa hari ini?

Kalo kemudian memang tanggal ini harus dinamai dengan 'Hari Ibu', berarti ini memang peringatan nasional, bukan khusus buat ibu masing-masing. Karena ibu masing-masing memang tidak hanya berjuang hari ini saja, sehingga jasa dan kasihnya tidak perlu dikenang hari ini saja, dan akhirnya hari ini, tanggal ini, dan di bulan ini, hanyalah sebuah simbol pengenangan perjuangan masa lalu saja, bukan untuk individual.

Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung Dalem Jayadipuran yang sekarang berfungsi sebagai kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional dan beralamatkan di Jl. Brigjen Katamso. Kongres dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara, pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan, pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan gender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa.

Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Peringatan 25 tahun Hari Ibu pada tahun 1953 dirayakan meriah di tak kurang dari 85 kota Indonesia, mulai dari Meulaboh sampai Ternate. Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.

Peringatan Mother’s Day di sebagian negara Eropa dan Timur Tengah, yang mendapat pengaruh dari kebiasaan memuja Dewi Rhea, istri Dewa Kronos, dan ibu para dewa dalam sejarah Yunani kuno. Maka, di negara-negara tersebut, peringatan Mother’s Day jatuh pada bulan Maret. Bukan karena dasar ini kalo kemudian aku menganggap hari ibuku adalah di bulan Maret, tapi karena alasan yang aku tulis di sini. Dengan catatan, ini hari ibu khusus buatku, kalo buat ibu masing-masing pastinya berbeda-beda kan? Bisa mengikuti 'ketentuan' peringatan nasional, atau punya hari ibu buat pribadi sendiri-sendiri.

Rabu, 21 Desember 2011

Konsistensi

Mengapa saat mendekati saat-saat terakhir mencapai sebuah tujuan, kondisi jadi terasa lebih berat dari awalnya? Karena semua hal bercampur aduk di sini, penat, lelah, bosan, frustasi, semangat, semua yang terjadi sejak awal perjalanan terakumulasi dan bertumpuk, membuat berat perjalanan akhir menuju tujuan.

Persiapan mental meraih tujuan juga menambah berat beban perjalanan, karena tidak semua orang bermental kuat saat meraih apa yang sebenarnya mereka inginkan. Bisa jadi seseorang tidak siap mendapatkan sesuatu yang bahkan mereka idamkan sejak menjalani perjalanan panjang meraih tujuannya.

Perjalanan memang berat, tapi meraih tujuan juga tidak kalah beratnya. Perjalanan yang memberikan banyak pelajaran dan pengalaman, memberikan bekal berharga bagi setiap orang saat meraih tujuannya. Jangan sampai kehilangan sesuatu yang telah menjadi tujuan hidupnya saat telah mendapatkannya dengan susah payah. Karena bisa jadi, saat meraih tujuannya, perjalanan seseorang bukanlah akhir dari segalanya. Bisa jadi, ada orang lain yang mempunyai tujuan yang sama, berusaha mendapatkan dan merebutnya. Bisa jadi, ada orang lain yang mempunyai tujuan yang sama, menggunakan berbagai cara (bahkan dengan cara yang paling keji) untuk mengkudetanya dari apa yang telah diraihnya.

Dan lagi-lagi, siapapun yang bermental paling kuat yang akan tertawa bahagia akhirnya. Karena tidak akan ada seseorangpun yang akan bisa mempertahankan sesuatu tanpa mental kuat, seseorang yang bermental lembek akan meninggalkan begitu saja sesuatu yang menjadi tujuannya saat ternyata tujuan itu tidak seperti yang diharapkan, atau saat mendapat hadangan dan tantangan dalam mempertahankan hal yang dimilikinya. Konsistensi adalah hal yang terpenting, apapun hasilnya.

Selasa, 20 Desember 2011

Rumah Sakit Margasatwa

Yang namanya rumah sakit, tetap saja hampir sama dengan rumah sehat, begitulah juga di rumah sakit tempatku bekerja. Masih saja ada banyak binatang berkeliaran di dalam rumah sakit, baik berupa binatang peliharaan atau binatang yang tidak lazim dipelihara. Serangga dan binatang kecil lainnya, secara wajar hampir selalu ada di setiap tempat, tentunya juga hidup dengan nyaman juga di rumah sakit, berada dalam habitat alaminya di alam terbuka, dan juga di lingkungan di sekitar rumah sakit.

Yang mungkin bukan merupakan habitat alaminya adalah kedatangan lalat di setiap musim panen ayam. Beberapa waktu yang lalu memang ada kandang peternakan ayam yang berada cukup dekat dengan rumah sakit, yang merupakan juga tempat bersarangnya lalat. Sehingga saat ayam-ayam tersebut dipanen dalam waktu tertentu, lalat kehilangan teman tinggal, sehingga berekspansi ke daerah sekitar. Alhasil, banyak lalat yang kemudian juga memilih berkunjung ke rumah sakit. Jumlahnya tak terkira, sampai-sampai pembasmian dengan cara apapun terasa tidak mempan. Pakai obat semprot, gelombang pertama akan mati bersamaan, tapi kemudian tak lama berselang akan datang lagi gelombang kedua, yang kemudian gelombang-gelombang berikutnya, sehingga saat pembersihan gelombang sebelumnya belum tuntas, gelombang berikutnya sudah datang. Musim lalat akan berakhir saat musim ternak ayam kemudian tiba. Untungnya sekarang peternakan tersebut sudah dipindah, sehingga musim lalat di rumah sakit sudah berakhir.

Yang juga agak mengganggu tentu saja binatang-binatang yang dikategorikan sebagai binatang yang lazim dipelihara di rumah-rumah sehat. Binatang-binatang ini datang dari lingkungan sekitar, yang merupakan binatang peliharaan penduduk daerah sekitar. Ayam adalah binatang yang sering mampir ke pekarangan rumah sakit. Keberadaannya cukup mengganggu tidak hanya pemandangan, tapi juga tanaman yang ada di halaman taman. Selain suka buang-buang air sembarangan di berbagai tempat, banyak tanaman yang juga jadi santapannya, sehingga merusak keindahan taman. Suara gaduhnya juga sering mengganggu ketenangan.

Yang lebih merasa ‘hidup tenang’ di rumah sakit adalah kucing. Bahkan beberapa kucing kemudian banyak yang beranak dan menempatkan anak-anaknya di rumah sakit. Seringkali ditemui kucing-kucing kecil berkeliaran di rumah sakit, bukan hanya di lorong-lorong atau di ruangan-ruangan, tapi juga di atas langit-langit, jalan-jalan santai di atap gedung, juga bersantai-santai di atas loteng.

Berbagai cara sebenarnya sudah dilakukan untuk mengendalikan ‘kelakuan’ mereka di rumah sakit. Mulai dari memasang tulisan ‘Ayam dilarang masuk’, mengusir para pendatang tanpa identitas, sampai membawa jauh-jauh untuk kemudian ditinggalkan, tapi masih saja ada beberapa yang berkeliaran, padahal tidak ada satupun karyawan yang memeliharanya di rumah sakit. Seolah-olah binatang-binatang ini tidak dipelihara dengan baik oleh pemiliknya di rumah, sehingga mereka lebih memilih tinggal di rumah sakit. Padahal di rumah sakit pun mereka juga tidak diperhatikan, tidak ada yang memelihara, dan tidak ada juga yang menginginkan. Mungkin suasana di rumah sakit menyenangkan bagi mereka, sehingga mereka lebih suka tinggal di rumah sakit daripada di rumah sehat.

Senin, 19 Desember 2011

Refleksi

Saat mengendarai mobil, ada sebuah kaca besar tembus pandang di hadapan kita. Dari sinilah kita melihat ke depan, ke arah yang kita tuju. Kaca ini selain merupakan sarana untuk melihat ke depan, juga melindungi kita dari berbagai benda yang mungkin tidak diinginkan untuk masuk ke mobil, seperti air hujan, sampah, debu, batu, dan sebagainya.

Kaca ini berbentuk begitu lebar sehingga dengan leluasa kita melihat ke depan. Tapi di samping kaca ini, ada lagi kaca kecil yang sebenarnya mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya dengan kaca besar ini. Di sebelah kanan, kiri, dan atasnya, ada kaca bernama spion. Kaca ini tidak memperlihatkan pandangan depan kita, tapi menampakkan semua hal (kecuali titik buta) yang ada di belakang kita, yang sebelumnya juga telah kita lewati. Semua hal yang ada dalam tampilan kaca ini sebenarnya tidak nyata, dia hanyalah bentukan bayangan dari apa yang ada di depan jangkauan kaca ini, kemudian ditampilkan dalam penampakan yang mirip dengan aslinya, kecuali dalam keadaan terbalik.

Hidup itu bergerak, bergerak ke depan, bergerak untuk maju. Langkah untuk ke depan seluas mata kita memandang, tapi mana jalan yang dipilih adalah pilihan kita dengan berbagai resiko yang akan kita tanggung sendiri. Tidak akan ada jalan kembali yang bisa ditemui ke manapun pandangan kita mengarah. Pilihannya hanya terus ke depan, atau berhenti sebagai hal yang tidak berguna.

Tentunya kita telah menjalani masa lalu, masa yang hanya bisa diingat tanpa bisa diperbaiki lagi. Masa lalu yang tidak perlu dikenang berlebihan terlalu dalam, yang bisa mengganggu langkah kita ke depan. Masa lalu yang mungkin akan selalu diingat, tapi tidak akan kembali kepada kita. Refleksi, masa lalu menampilkan bayangan dari apa yang ada di dalam jangkauan ingatan kita, kemudian ditampilkan dalam penampakan yang mirip dengan aslinya, hanya saja berbentuk bayangan. Bayangan yang tidak bisa disentuh, hanya bisa dilihat dengan samar.

Kaca depan mobil selalu lebih besar daripada kaca spion, masa depan selalu lebih penting daripada masa lalu.

Minggu, 18 Desember 2011

Tulis Menulis

Menulis, menuangkan ide-ide dan gagasan ke dalam media jajaran aksara dan karakter. Menulis adalah sebuah kegiatan yang bebas dalam menyampaikan pendapat tanpa terbatasi oleh marginalisasi apapun. Tulisan juga bisa membangkitkan inspirasi baik bagi penulisnya sendiri ataupun bagi para pembacanya, meskipun tidak jarang tulisan tersebut menghadirkan pemikiran yang bertolak belakang dari pemahaman pembacanya.

Mungkin ada banyak orang yang mempunyai ide tapi kurang bisa menuangkannya dalam tulisan. Ada orang yang menulis hanya untuk dirinya sendiri, ada orang yang menulis untuk orang lain, ada yang keduanya. Aku sering mendapati teman-teman yang suka menulis namun hanya disimpan untuk dirinya sendiri. Padahal bila dicermati dan dibaca, tulisan-tulisan mereka sangat indah dan berharga untuk dibaca oleh banyak orang. Banyak faktor yang mempengaruhi, mungkin bukan hanya karena mereka tidak mempunyai media agar banyak orang bisa melihat, tapi mungkin juga mereka menulis hanya untuk kepuasan hatinya sendiri, menuangkan perasaan mereka, ide mereka, dan curahan hati mereka dalam bentuk tulisan.

Menulis, memang tidak harus perlu dilihat oleh banyak orang lain. Seorang penulis idealis akan selalu menulis, tidak peduli apakah tulisan itu akan dibaca orang lain atau akan dipahami para pembacanya. Tulisan tidak harus selalu mengikuti selera pasar dan pemahaman umum, tapi merupakan pemikiran pribadi yang akan dipertahankan penulisnya. Sang penulis juga harus selalu punya dasar pemikiran yang kuat dalam mengeluarkan dan mempertahankan apa yang sudah ditulisnya, sebuah pertanggungjawaban moral atas apa yang telah menjadi prinsip pemikirannya.

Seorang penulis yang mengikuti selera pasar, cenderung lebih mempunyai pengembangan pemikiran dalam tulisannya. Dia akan selalu mengikuti keadaan, mencari referensi yang lebih luas, tapi mungkin dia akan terkekang dalam pemikiran bahwa dia ingin tulisannya ingin dilihat dan dibaca banyak orang, sehingga apa yang ditulisnya bisa saja melawan pemikirannya sendiri. Pengungkapan fakta-fakta berdasarkan keadaan yang sedang berlangsung, lama kelamaan juga sedikit banyak akan mempengaruhi pemikirannya sendiri sehingga gaya penulisannya akan sedikit demi sedikit lebih banyak mengalami perubahan dari idealismenya sendiri.

Yang pasti, menulis adalah suatu aktifitas positif, pengembangan akal pikiran dan olah kata, pemekaran gaya bahasa dan penuturan, dan juga tumpahan segala yang dirasakan para penulisnya. Menulis bukan hanya sekedar menjiplak, bukan hanya sekedar mengarang, bukan hanya sekedar menuang, lebih dari itu, menghadirkan tanggung jawab moral dari apa yang penulis tuliskan dalam tulisannya, karena menulis tanpa mempertahankan apa yang ditulisnya sama saja dengan menjerumuskan pembacanya untuk mengikuti tulisannya tanpa dasar yang pasti.

Sabtu, 17 Desember 2011

Percayalah

Percaya, kadang tidak cukup dengan pendengaran. Percaya, kadang tidak cukup dengan penglihatan. Percaya, kadang tidak cukup dengan pemikiran. Percaya, kadang tidak cukup dengan perasaan.

Percaya, mungkin lebih dari cukup dengan pendengaran, penglihatan, pemikiran dan perasaan dalam satu kesatuan. Percaya, tidak akan tergoyahkan oleh apapun goncangan, apapun yang terjadi. Percaya, adalah sebuah semangat dalam melakukan dan mengubah sesuatu.

Apapun percaya itu, gak cukup hanya dengan diucapkan saja. Percaya akan dikuatkan oleh mendengarkan dengan seksama, melihat dengan teliti, memikirkan dengan pikiran jernih, dan merasakan dengan hati yang bersih.

Kepercayaan, sesuatu yang banyak dicari orang, tapi sulit untuk didapatkan. Karena sekali dipercaya, seseorang akan tidak mudah dilepaskan begitu saja. Tapi begitu sekali berbuat khianat, bisa-bisa seumur hidup tidak dapat dipercaya. Satu hal lagi, percayalah hanya kepada Allah.

Jumat, 16 Desember 2011

Keseragaman Pola Pikir

‘Paling juga nanti mulainya jam sembilan, undangan jam delapan kalo mulai jam setengah sembilan aja udah hebat’.
Itulah sebuah contoh pemikiran yang pernah aku dengar saat akan menghadiri sebuah acara. Sering tanpa disadari akan ada banyak orang yang punya pola pemikiran yang sama. Contoh lainnya mungkin seseorang yang akan membayar listrik, dia berpikir mungkin lebih baik bayar pas pada saat tanggal jatuh tempo, eh ternyata bukan hanya dia saja yang berpikir demikian, sehingga pada saat pembayaran akan muncul antrian panjang di loket pembayaran. Kemudian dia berpikir kalo bayar pada siang hari antrian akan berkurang, tapi lagi-lagi ternyata bukan hanya dia saja yang punya pemikiran seperti ini, sehingga akan menimbulkan antrian kembali di siang hari.

Seseorang berpikir dengan fotokopi di pagi hari akan menghilangkan sedikit ‘kompetitor’ di tempat fotokopian, dengan asumsi di pagi hari masih sepi dan pada saat itu banyak orang mempunyai kesibukan sendiri-sendiri. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, bukan hanya satu orang, tapi beberapa orang juga mempunyai pemikiran yang sama dengan seseorang tadi.

Entah sebuah kebetulan atau memang pola pikir orang-orang tertradisi seperti itu, akan lebih banyak lagi contoh di kehidupan nyata yang mencerminkan sebuah budaya malas mengantri, pengen cepat dilayani, dan mengharapkan pelayanan khusus. Mengabaikan keadaan orang lain yang sebenarnya tidak kalah pentingnya dengan urusan sendiri, menunda suatu urusan dengan harapan mempunyai hak eksklusif dalam pelayanannya, tapi ternyata yang didapatkan gak lebih beda daripada jika urusannya segera dilaksanakan. Pemikiran masal, yang tidak disadari, ternyata lebih menyulitkan diri sendiri karena keseragaman pola pikir. Sejauh dalam hal-hal positif seperti kedisiplinan misalnya, itu lebih baik. Misalnya setiap orang berpikir tentang ketertiban di jalan raya dan kepatuhan lalu lintas, akan terlihat lebih indah. Tapi kalo pola pemikiran yang sama dalam hal-hal kemalasan, hal inilah yang perlu dibasmi.

Kamis, 15 Desember 2011

Membuka Pikiran

Perumpamaan pikiran adalah bagaikan parasut yang digunakan untuk terjun payung, bila tidak terbuka saat digunakan maka akan menghancurkan pemakainya.

Kadang seseorang bisa sangat terbuka dalam pemikirannya terhadap segala hal. Dia bisa menerima segala hal dengan apa yang diterima oleh pemikirannya. Ada juga yang cukup selektif menerima segala hal yang diterima pikirannya. Dan ada juga yang tertutup, tidak akan ada apapun yang bisa masuk ke dalam pikirannya, bagaimanapun itu.

Saat pemikiran terperangkap dengan penyimpulan sendiri, asyik menikmati pemikiran-pemikiran dari dalam dirinya sendiri, tanpa peduli apakah itu salah atau benar, benar-benar tertutup dari pengaruh luar, bahkan kritik dan saran yang membangun atau menjatuhkan, seperti itulah posisi parasut yang sedang tidak terbuka. Karena sebenarnya bisa saja pengaruh dari luar membantu dalam suatu pemikiran yang rumit, meskipun ada peluang bahwa pengaruh dari luar bisa saja menghasut pemikiran pribadi.

Tidak terbuka, terutama kepada kebenaran, itulah yang sebenarnya akan menghancurkan diri sendiri. Lebih baik menjadi selektor untuk segala hal yang masuk ke dalam pikiran daripada membiarkan pikiran tertutup dari segala hal. Memikirkan fakta dan realita, disertai bukti mendukung yang nyata. Sebenarnya memang lebih baik jika percaya pada kebenaran pemikiran pribadi sendiri, tapi bukankah lebih baik jika dipadukan dengan hal-hal yang nyata, yang nampak dengan jelas kebenarannya, bukan sekedar fiktif dan sekedar prasangka emosional.

Mimpi-mimpi, dirasakan nyata jika kita di dalamnya. Saat bangun, kita baru sadar hal itu benar-benar aneh. Segala keputusan dan pilihan hidup berawal dari pikiran dan berasal dari analisa dalam kesadaran dari fakta, realita, bukti, dan kenyataan pasti. Keputusan dan pilihan hidup tidak digantungkan hanya dari pengendalian perasaan dan emosi, yang seperti parasut yang tidak terbuka, tidak bisa membuka akal sehat seseorang dalam penggunaan di masa-masa penting. Seseorang tidak bisa memutuskan sesuatu hanya dari sebuah berita tanpa bukti. Sebuah keputusan yang muncul hanyalah keputusan yang berdasarkan kenyamanan dan keadaan sementara, bukan mengarah pada pengambilan solusi dan langkah jangka panjang, karena parasut belum terbuka lebar.

Rabu, 14 Desember 2011

Pelajaran dari Carlos

Masalah tidak terletak pada posisi bolanya, tetapi bagaimana kita menendangnya. Roberto Carlos adalah seorang yang mempunyai keterampilan dalam mengarahkan bola dalam posisi yang sulit. Golnya dari tendangan bebas ke gawang Perancis di Tournoi de France tahun 1998 merupakan salah satu gol terindah di dunia. Letak bola yang terlihat mustahil bisa langsung masuk ke gawang (selain karena posisinya yang agak jauh di luar kotak penalti, juga karena posisinya tertutup oleh pagar pemain Perancis), dengan sempurna masuk ke gawang setelah melalui lintasan parabolik memutar ke luar pagar pemain Perancis. Tak hanya itu, salah satu gol terkenalnya adalah yang disebut ‘Gol Garis Gawang’, sebuah tendangan voli yang dilakukan saat bola hampir keluar dari garis gawang yang meluncur deras ke gawang, sebuah tendangan yang bukan saja sulit, tapi hampir tidak mungkin!

Tidak mungkin? Mungkin tidak! Buktinya terjadilah gol. Begitu juga dengan manusia dengan segala permasalahan yang dihadapinya. Masalah tidak terletak pada bagaimana posisi masalah itu, tetapi bagaimana manusia menghadapi dan memecahkannya. Sesulit apapun itu, dalam keadaan dan kondisi yang bagaimanapun, bila kita menghadapi masalah dengan tenang dan tahu bagaimana memposisikannya, maka rintangan dan halangan apapun akan diterjang, dan masalah akan diselesaikan dengan gemilang.

Roberto Carlos, seorang berkewarganegaraan Brazil dan Spanyol, memecahkan masalahnya dengan tendangan parabolik. Kita, menendang masalah dengan apa? Tentunya setiap orang berbeda-beda menyikapi suatu masalah. Dan yang perlu diingat lagi, masalahnya bukan terletak pada posisi bolanya. Masalahnya adalah bagaimana kita memecahkannya, tanpa membuat masalah baru ataupun memecahkan kepala sendiri.

Selasa, 13 Desember 2011

Gedung Kesenian, Gedung Kenangan

Salah satu bangunan yang cukup terkenal dan populer di SMK Negeri 1 Kediri adalah sebuah gedung kecil yang berada di sebelah timur bengkel Mesin Produksi. Bangunan terkenal ini sering disebut dengan nama Gedung Kesenian. Sepintas dari namanya, orang luar pasti membayangkan sebuah gedung dengan alat-alat kesenian di dalamnya, dipenuhi oleh para siswa-siswa ‘seniman’. Tapi pasti pemikiran itu sirna dan menguap begitu aja saat melihat bangunan yang berukuran sekitar satu meter kali tiga meter ini.

Gedungnya kok sempit memanjang begitu? Ya begitulah, ruangan ini memang dirancang begitu, cukup buat beberapa orang saja secara bersama. Lalu apa kegunaan gedung kesenian ini kalo bukan untuk pertunjukan kesenian? Setiap siswa pasti tahu bahwa ini adalah gedung buat buang air kecil alias kencing alias buat ‘menyeni’ dengan air kencingnya.

Maklum, anak STM kan mayoritas laki-laki, jadi gedung kesenian ini cukup efektif dan efisien untuk digunakan para cowok. Bangunan ini tidak sepenuhnya tertutup, setidaknya ada bagian terbuka yang tidak tertutup atap. Memanjang arah utara – selatan, dengan dua pintu terbuka di kedua ujungnya, terkesan hampir mirip dengan tempat wudhu mushola. Bak air di pojok utara menambah kesan tersebut. Memanjang di dinding sebelah timur adalah pipa ledeng yang memiiki banyak lubang, sehingga saat kran dibuka air menyemprot melalui lubang tersebut menyembur ke arah tembok, dan secara otomatis menyiram air kencing yang juga ‘disemprotkan’ ke dinding tersebut.

Dengan mekanisme sederhana tersebut, tidak heran kalo gedung tersebut jadi tempat favorit pelarian para siswa yang udah kebelet, daripada ke kamar mandi yang letaknya agak jauh dengan ‘prosedur’ yang agak ribet juga. Tidak jarang terlihat barisan siswa menyalurkan ‘seni’nya bareng-bareng, sehingga muncullah kejadian ‘kencing masal’. Jiwa ‘seni’ tersalurkan, perasaan jadi lega.

Udah lama juga aku tidak mengunjungi sekolah itu, sehingga aku tidak tahu lagi bagaimana wujud gedung kesenian itu sekarang. Bangunan sederhana ini terkadang bisa bikin kangen para alumni sekolah. Bangunan ini masih sering dibicarakan saat kumpul-kumpul dengan teman-teman sekolah dulu. Entah bagaimana di sekolah lain, tapi yang jelas bangunan ini udah menjadi bangunan khas sekolahku, jadi kebanggaan dan bahan pembicaraan semua yang sedang dan pernah mengalami sekolah di kompleks sekolah ini.

Senin, 12 Desember 2011

Pengalaman Perjalanan

Bepergian lebih baik daripada tiba di tujuan (Step Up 3D, 01:35:15 – 01:35:18). Saat seseorang dalam proses mencari dan mencapai tujuannya, banyak hal yang akan diperoleh, pengalaman, pembelajaran, permasalahan, pendewasaan, perenungan, pencerahan, pengamatan, dan sejenisnya. Banyak hal yang akan dialami, dan banyak hal yang harus diselesaikan. Banyak hal yang menunggu untuk dicapai, dan banyak hal yang ingin diraih.

Tapi begitu mencapai tujuan, praktis yang perlu dilakukan hanya mempertahankan apa yang ada agar tidak kembali jatuh dalam perjalanan panjang. Tidak ada lagi proses mencari pengalaman, pembelajaran, permasalahan, pendewasaan, perenungan, pencerahan, pengamatan, dan sejenisnya. Yang ada hanyalah mempertahankan. Apa yang diperoleh dari perjalanan, menentukan bagaimana seseorang bisa bertahan di tempat tujuannya.

Jika dalam perjalanannya banyak hal yang dipelajari dengan baik, apapun rintangan di tempat tujuan akan berlalu begitu saja, selesai dengan baik. Tetapi jika sebaliknya, perjalanan panjang masih akan menanti lagi. Sebuah proses, tidak bisa dilewatkan begitu saja. Seseorang yang memotong proses perjalanan, dia tidak akan mengalami mencari dan mencapai tujuannya, pengalaman, pembelajaran, permasalahan, pendewasaan, perenungan, pencerahan, pengamatan, dan sejenisnya. Jalan pintas yang dipilih agar cepat mencapai tujuan, justru akan menjerumuskannya di tempat tujuan. Jalan panjang perjalanan menyimpan sesuatu yang indah di tempat tujuan. Namun, jalan panjang perjalanan tidak akan membiarkan seseorang lewat dengan mudah.

Minggu, 11 Desember 2011

Persaingan (atau bukan?)

Perumpamaan bagi sebuah persaingan adalah dua orang yang menaiki pohon yang sama, berlomba menjadi yang terdepan dan paling awal meraih puncaknya. Saat salah satu dari kedua orang itu udah meraih puncaknya, maka persaingan berakhir, pemenang sudah ditentukan, dan yang pasti yang terbaiklah yang menjadi orang pertama yang meraih puncaknya.

Tapi kadang tidak setiap orang mengerti kondisinya. Bagi orang yang belum meraih puncaknya, persaingan belum berakhir. Dia mungin saja masih mencoba lagi meraih puncaknya, yang terkadang memakai berbagai cara untuk menjatuhkan sang pemenang. Kalo udah gini, namanya bukan lagi persaingan, tapi perebutan atau pengkudetaan.

Kalo saja si pihak yang kalah menyadari bahwa pemenang udah ditentukan, yang terpilih udah ada, dan persaingan udah selesai, maka tidak perlu lagi ada perasaan kalah dan terhina, toh dia juga udah berusaha meraih puncaknya, meskipun gagal. Dan kalo saja si pihak yang kalah ini mengerti dan memahami tentang makna persaingan yang sebenarnya, pastilah juga tidak ada rasa was-was dari sang pemenang, jangan-jangan dia akan disodok dari bawah agar turun lagi. Kalo saja si pihak yang kalah ini menyadari sekali lagi bahwa sang pemenang emang pantas mendapatkan kemenangan karena usahanya lebih baik dan lebih tepat, tidak akan ada lagi iri dan dengki yang menghantui dan terus membayanginya.

Sabtu, 10 Desember 2011

Duri dalam Daging

Tidak selamanya orang-orang di sekitar kita menjadi pendorong dan penyemangat kita. Terkadang ada pula orang-orang yang menjatuhkan dan menjerumuskan kita. Bahkan ada pula yang tanpa kita sadari menunggu kita lengah dan terjatuh, untuk menggantikan tempat kita.

Kepercayaan terkadang tidak cukup, perkataan terkadang tidak cukup, perbuatan terkadang tidak cukup. Tidak ada jaminan orang yang bahkan paling dekat dengan kita tidak akan merobohkan kita. Sudah cukup banyak hikayat yang menceritakan hal itu, tidak peduli apa dan siapapun mereka bagi kita. Seseorang yang mengulurkan tangan pada kita saat kita jatuh, bisa jadi suatu saat mendorong kita untuk jatuh.

Yang terpenting bagi kita adalah tetap berbaik sangka, apapun dan bagaimanapun rasa percaya dan kepercayaan akan menghilangkan paranoid terhadap para pengkhianat. Kalaupun nantinya para pengkhianat itu beraksi dan bertindak, menyikat kita tanpa ada lagi yang tersisa yang bisa kita selamatkan, ingatkan diri bahwa meskipun kepercayaan kita salah, rasa ikhlas dan baik sangka kita akan selalu tersimpan dan membekas, meskipun kadang tertutup dengan rasa dendam dan benci. Satu lagi yang perlu diingat, Gusti ora sare!

Jumat, 09 Desember 2011

Riwayatmu Dulu, Nasibmu Kini

Benda itu berdiri kokoh di dekat persimpangan jalan. Warnanya mencolok, siapapun yang melihat pasti tahu apa dan fungsinya. Namun sayangnya, sekarang ini tidak sedikit pula yang tidak menyadari keberadaan benda ini di situ. Fungsinya seolah hanya sebagai pelengkap jalanan, atau bahkan sebagai prasasti bisu kejayaan masa lalu.

Memang di jaman lalu benda ini sangat bermanfaat. Letaknya lebih bisa dijangkau daripada harus ke tempat pusatnya. Hampir semua orang pernah melihat dan menggunakannya, sebuah fasilitas eksklusif yang memang diperuntukkan bagi semua orang yang membutuhkannya. Hampir setiap minggu, aku sering mendatangi benda ini untuk menyalurkan kebutuhanku akan sarana berhubungan dengan teman-temanku yang tersebar di berbagai daerah. Sebuah benda primadona, yang sekarang terkikis oleh teknologi.

Benda ini adalah kotak pos, atau lebih sering juga disebut bis surat. Yang terdekat dari rumahku ada di sekitar 100 meter ke arah selatan, di samping pertigaan besar. Yang agak jauh, sekitar 500 meter ke arah utara, di depan Kantor Pos. Sering saat melewatinya, timbul suatu pertanyaan yang tanpa disadari selalu muncul, apakah kotak ini masih sering terpakai, apakah ada isinya sekarang, apakah petugas pos masih sering mengecek isinya, dan lain-lain lagi pertanyaannya. Mengingat di jaman sekarang sudah sangat jarang orang-orang berkomunikasi lewat surat.

Aku sudah jarang sekali (kalo tidak bisa dikatakan tidak pernah lagi) berkirim surat. Kalopun perlu berkirim surat, aku langsung mendatangi kantor pos untuk membeli perangko, maklum aku udah tidak hapal lagi berapa perangko yang dibutuhkan untuk berkirim surat. Surat masih harus butuh beberapa hari lagi untuk sampai ke tempat tujuan, bahkan meskipun tujuannya cukup dekat.

Keberadaan teknologi-teknologi canggih, yang bisa mengirimkan informasi jauh lebih cepat daripada surat, semakin menjauhkan ingatan masyarakat tentang kotak pos. Anak-anak jaman sekarang pun jarang sekali yang diajari bagaimana menulis dan mengirimkan surat (kalopun ada, anak-anak sekarang lebih suka pake SMS buat bertukar informasi dan kabar). Sehingga bukan tidak mungkin, fungsi kotak pos semakin mengarah menjadi monumen di tepi jalan. Entah di tempat lain, tapi begitulah di daerahku.

Kamis, 08 Desember 2011

SIM (Surat Ijin Menyopir)

Berkendara dengan kendaraan bermotor tanpa memegang SIM seolah merasa seperti maling saja, yang masuk ke rumah orang tanpa ijin. Sesuai namanya, SIM berfungsi sebagai surat yang mengijinkan pemiliknya menggunakan dan mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya. Namanya udah punya SIM berarti kan udah memenuhi syarat-syarat yang berlaku (kecuali kalo punya SIM-nya hasil nembak), berarti udah bolehlah, dengan tak lupa memperhatikan ketentuan-ketentuan yang lain.

Saat ini lagi mengalami kondisi seperti itu. SIM A-ku udah abis dan belum bisa memperpanjang lagi, tapi kadang masih dimintai bantuan menyopir ke mana-mana. Tapi untunglah gak ada masalah, karena mobil yang aku bawa diberi nama ‘Ambulance’ dan ditulis besar-besar di bagian depannya. Sedangkan beberapa tahun lalu, saat SIM C-ku mati secara tiba-tiba (ya gak tiba-tiba sih sebenernya, tapi emang masa berlakunya abis), baru beberapa bulan kemudian aku bisa memperpanjangnya. Selama kekosongan SIM itulah beberapa kali kena cegatan polisi.

Yang pertama kali kena pas dolan ke Tulungagung, ada cegatan di tengah jalan gitu. Akhirnya karena ketauan terpaksa bayar di tempat saja lah. Kemudian yang paling parah di Mapolresta Kediri. Cegatan ini diadakan tepat di halaman kantor polisinya, lupa jam berapa yang jelas udah malam. Yang bikin parah tuh petugasnya gak ngecek kali ya kalo tanggal berlakunya udah abis, jadi aku dibiarkan bebas berkeliaran begitu aja tanpa ada tindakan apapun. Tapi ya gak apa-apa lah, melenggang dengan agak deg-degan juga, siapa tau pak polisinya kurang yakin terus minta diperiksa lagi.

Yang ketiga juga agak parah nih. Karena SIMnya gak berlaku, aku sering bepergian lewat jalan-jalan desa kecil gitu. Tapi kok ya ada aja polisi yang mengadakan cegatan di jalan kecil. Kena deh di Desa Silir, di jalan tengah sawah samping kali, berhenti dengan agak grogi. Kali ini juga selamat dari tilang pak polisi, gara-garanya ada motor di belakangku yang gak mau berhenti saat dicegat, sehingga pak polisi yang lagi memeriksa aku buru-buru mengembalikan surat-surat dan mengejar motor tadi.

Makanya, sebenarnya aku juga gak mau berkendara tanpa SIM yang berlaku, karena resikonya terlalu besar. Tapi karena seringnya dalam keadaan darurat, dengan alasan pasien yang harus segera berangkat, jadilah gak peduli dengan kematian SIM A-ku. Tapi lebih baik juga kalo cari kesempatan agar bisa memperpanjang lagi SIM-nya, biar gak jadi pengendara ilegal di jalan raya.

Rabu, 07 Desember 2011

Sala(h)tiga

Di sela-sela mencari ide buat bikin tulisan-tulisan  baru untuk postingan, aku teringat tentang legenda asal-usul ‘Salatiga’ yang diceritakan seorang temanku. Tentunya asal-usul ini bukan yang sebenarnya, tapi buat guyonan aja. Saat itu aku masih sekitar kelas lima SD, saat menceritakan kepada temanku tentang legenda Salatiga yang aku baca dari sebuah buku pelajaran Bahasa Daerah. Eh, malah sama temanku dikasih ‘cerita’ tandingan tentang ‘Salatiga’ juga tapi yang nyleneh.

Dia bercerita sambil ngegambar coretan-coretan sketsa di bangku sekolahku. Ceritanya ada tiga orang laki-laki akan melaksanakan sholat, seorang bapak dan kedua anaknya. Sang bapak ini akan mengajarkan tata cara sholat kepada salah seorang anaknya yang masih kecil, dan bagi anak itu sholat ini adalah pengalamannya yang pertama. Sang bapak berpesan kepada anaknya itu sebelum sholat, bahwa apapun dan bagaimanapun yang bapaknya lakukan maka tirukanlah. Sedangkan sang kakaknya udah agak besar dan bisa sholat sendiri, sehingga tidak perlu diberi pesan oleh bapaknya.

Di rokaat terakhir, saat bangkit dari sujudnya, tiba-tiba ada tikus jatuh tepat di depan bapaknya. Karuan saja, karena agak terkejut, sholat sang bapak jadi berantakan dan tanpa sengaja beliau berkata ‘Tikus jatuh’. Sang adik, karena patuh pada pesan bapaknya, diapun menirukan dengan berkata ‘Tikus jatuh’. Jadilah sholat kedua orang ini berantakan. Nah, sang kakak yang seharusnya selamat sholatnya karena dia tidak mengikuti bapaknya, bukannya melanjutkan sholatnya tapi malah ngomong ‘Untung aku nggak ikut ngomong kaya Bapak’.

Mengapa kisah ini aku ingat terus sampai sekarang? Karena selain agak kocak, ternyata setelah aku analisa sendiri ada beberapa pelajaran yang terkandung dari dialog ‘Salatiga’ alias ‘salah tiga’ ini. Sang bapak, yang seorang pemimpin, melambangkan pemimpin yang lalai dalam tugasnya. Tanpa sadar beliau lupa bahwa bawahan akan selalu mengikuti apa yang pimpinan lakukan, apalagi kalo udah ada pesannya. Kelalaian beliau dalam tugas dasarnya menjadikan bawahan ikut melakukan kesalahan saat pemimpinnya juga keliru.

Sang adik, melambangkan seorang yang mengikuti secara membuta kepada seseorang atau kelompok. Tanpa dasar apapun (entah karena tidak tahu atau tidak mau tahu), salah atau benar itulah yang jadi panutannya. Apalagi dia juga udah diberi pesan untuk selalu mengikuti pimpinannya, maka dia menjadi patuh dan taqlid buta. Sang kakak, melambangkan seseorang yang punya ilmu tapi kurang diamalkan. Sebagai orang yang berilmu udah seharusnya dia menjalankan segala sesuatu berdasarkan ilmu yang dimilikinya. Tapi karena melihat kesalahan orang lain, keluarlah nada yang seakan mencemooh dan meninggikan ilmunya, padahal ilmunya sendiri tidak dia amalkan.

Bapak yang ‘latah’, adik yang mengikuti, dan kakak yang ceroboh, kayanya juga pernah aku dengar dari sebuah ceramah tapi lupa entah di mana. Mungkin sang penceramah punya pengertian sendiri tentang apa yang ada di balik cerita ini, tapi yang pasti begitulah sifat manusia, yang mungkin akan sering kita jumpai dalam kehidupan dunia ini. Sekarang cari ide lagi buat tulisan yang lain ah, jangan sampai ‘Salatiga’nya menjadi ‘Salaempat’, ‘Salalima’, dan seterusnya.

Selasa, 06 Desember 2011

Obsesi Terselubung

Kadang saat melihat orang lain berada setingkat lebih baik daripada kita, kita seolah terdorong atau setidaknya mempunyai keinginan untuk bisa lebih dari itu, setidaknya menyamainya. Sering terlintas pemikiran bahwa orang itu, dengan kualitas dan derajat hidup yang mungkin sama denganku saja bisa melakukannya, mengapa aku tidak. Kemudian dengan usaha keras untuk menyamai, tanpa terasa kita telah bisa melampauinya.

“Virus benar-benar manusia paling kompetitif yang pernah kami kenal. Jika ada yang melebihi dia sedikit saja, dia tidak akan dapat menerimanya” (3 Idiots, 16:57 – 17:00). Seseorang dengan jiwa yang kompetitif seperti Dr. Viru Shastrabhuddi (mahasiswa memanggilnya “virus”) pasti dia tidak akan pernah rela ada orang lain yang melampauinya, dalam segala hal.

Aku jarang dan kurang suka mengikuti kompetisi terbuka, yang terkadang menimbulkan persaingan tidak sehat yang seharusnya tidak muncul dalam kehidupan sosial. Tapi sering terpacu dengan kompetisi tertutup, karena melihat ada orang lain yang bisa meraih prestasi yang lebih baik, atau mempunyai sifat yang baik, maka terlintaslah pemikiran seperti yang di atas. Bisa setidaknya menyamai, atau bahkan lebih baik lagi menjadi obsesi terselubung, yang kemudian diusahakan untuk diwujudkan.

Minggu, 04 Desember 2011

Pilih Kalimat yang Mana?

Kebanyakan sebuah panduan atau tutorial menggunakan kalimat perintah dalam menjelaskan langkah-langkahnya, misalnya ‘Masukkan nama anda di kotak yang paling atas’. Sebuah kalimat bernada perintah, karena terlihat dari kata pertama dari kalimat tersebut, ‘Masukkan’. Mungkin dengan kalimat seperti ini, sebuah panduan menjadi terkesan cukup tegas dan kesan lain yang muncul adalah ini suatu keharusan.

Dulu saat mengerjakan laporan praktek industri, aku sering membandingkan tulisanku dengan beberapa temanku satu kelompok. Aku lebih sering menggunakan kalimat aktif dalam menjabarkan langkah kerja, misalnya ‘Menghaluskan permukaan benda kerja dengan mengikir permukaan yang diinginkan’. Sedangkan kebanyakan temanku memakai kalimat mengajak, misalnya ‘Permukaan benda kerja kita haluskan dengan mengikirnya’. Dengan kalimat ini, pembaca seolah dituntun untuk mengerjakan suatu perintah dalam langkah kerja tadi.

Sedangkan kalimat aktif yang aku pakai, seolah mengesankan bahwa langkah-langkah kerja tersebut dilakukan oleh penulis sendiri, sedangkan pembacanya mungkin tidak merasa terlibat dalam mengerjakan langkah-langkahnya. Hal yang agak mirip terjadi jika yang dipakai adalah kalimat pasif, misalnya ‘Permukaan benda kerja dihaluskan dengan dikikir’, lebih mengesankan bahwa penulis menceritakan pengalamannya dalam melakukan langkah kerja itu, dan lebih mirip dengan laporan kerja saja.

Tapi setidaknya, baik memakai kalimat mengajak, kalimat aktif, ataupun kalimat pasif, terkesan lebih halus dalam menggambarkan langkah-langkah kerja, daripada jika memakai kalimat perintah yang mengesankan keharusan melaksanakannya. Asal jangan sampai pakai kalimat tanya, pembacanya malah bingung, mau baca tutorial kok malah ditanyai. Masalah pemahaman para pembacanya dalam membaca panduan kerja ini, tetap tergantung pada personal masing-masing, lebih nyaman membaca kalimat yang bagaimana.

Hal yang sama mungkin terjadi saat menuntun seseorang dalam melakukan sebuah pekerjaan. Misalnya, seorang instruktur kursus mengetik mengatakan ‘Kita letakkan jari telunjuk pada tombol keyboard yang ada tandanya’, berarti instruktur tersebut mengajak (yang berarti seharusnya instruktur tersebut juga melakukannya sebagai contoh). Sedangkan dengan kalimat ‘Anda letakkan jari telunjuk pada tombol keyboard yang ada tandanya’, berarti instruktur meminta (memerintahkan) untuk meletakkan jarinya di tombol, tanpa instruktur sendiri melakukannya. Instruktur tidak memberi contoh, tapi mengarahkan kursuser dengan langsung berpraktek.

Sabtu, 03 Desember 2011

Windows Apa Office?

‘Kalo dibuka pake Windows 2007 udah bisa kan Mas?’
Sejenak aku terpikir, kemudian baru tahu maksudnya adalah Office 2007, bukan Windows 2007. Itu adalah sepenggal pertanyaan seorang temanku yang kemarin OSnya aku perbaiki karena rusak dan banyak virusnya. Dan sekaligus mewakili bahwa ternyata masih banyak teman yang menyebut Office dengan sebutan Windows. Padahal beda banget, meskipun sama-sama produknya Microsoft tapi tentu saja fungsi dan kegunaannya sangat berbeda.

Microsoft Office 2007 adalah versi Office pertama dengan ekstensi default yang berbeda. Misalnya jika biasanya menyimpan dari Microsoft Word 2003 memakai ekstensi .doc, maka di versi 2007 ini memakai ekstensi .docx. Dan versi ini jika memakai ekstensi defaultnya tidak akan bisa dibuka dengan Office versi sebelumnya, bahkan jika ekstensinya diganti secara manual. Jika ingin bisa dibuka dengan Office versi lain maka dokumen harus di-save as dulu dan diganti format ekstensi filenya dengan versi yang lama. Kecuali jika dibuka dengan Open Office, tidak perlu diganti lagi karena kebanyakan Open Office bisa membuka segala dokumen dengan berbagai format yang terdukung.

Sebenarnya file default penyimpanannya bisa diganti dengan format biasa dengan versi sebelumnya. Hanya saja terkadang pengguna tidak bisa menggantinya, atau teknisi pemasang programnya terlalu malas untuk mengatur lebih lanjut lagi, sehingga para penggunanya pasrah saja dengan keadaan seperti itu. Cara penggantiannya ada di Option di setiap programnya. Misalnya di Microsoft Word 2007 ada di ‘Word Option’, ‘Save’, kemudian ganti input ‘Save files in this format’ yang terdefault dengan ‘Word Document (*.docx)’ dengan ‘Word 97 – 2003 Document (*.doc)’, dan masalah penyimpanan selanjutnya pun terselesaikan. Tanpa perlu memakai ‘Save as’ file udah bisa dipakai untuk Microsoft Word versi 1997 sampai 2003.

Memang sayangnya langkah ini tidak diajarkan dalam pendidikan formal maupun modul pada umumnya, sehingga bagi yang terpatok pada aplikasi tekstual tidak akan bisa menemukan cara-cara seperti ini. Cara ini bisa didapatkan dengan latihan, pengalaman dan keberanian dalam mengambil resiko kesalahan, dan lagi-lagi, tidak akan bisa dilaksanakan bagi yang tercetak untuk melaksanakan aplikasi secara tekstual. Tapi yang jelas, aku belum pernah dengar Windows yang versi 2007.

Jumat, 02 Desember 2011

Satu Bahasa, Beda Budaya

Punk in Love dan Jagad X Code, dua film dengan dominasi pemakaian bahasa Jawa namun beda kandungan budaya. Entah apa karena dalam Punk in Love komunitas punk dari Malang yang menjadi tokohnya, sedangkan dalam Jagad X Code menampilkan anak-anak muda lugu dari pesisir Kali Code di Jogja, tapi kesan yang terlihat jelas menampakkan ciri khas yang berbeda antara bahasa Jawa daerah timur dan dan daerah barat.

Bahasa Jawa daerah timur cenderung kasar, baik dari aksen, dialek maupun kata-katanya. Semakin ke arah barat, bahasanya semakin berubah agak lebih halus lagi. Sehingga bila ketemu orang Jawa bagian timur dengan bagian barat, akan terlihat jelas perbedaannya. Kebetulan daerahku ada di tengah-tengah, pertemuan antara kedua budaya yang berakar sama namun berbeda karakternya. Bila dirasakan saat ketemu dengan orang daerah yang lebih barat, daerah Nganjuk atau Madiun misalnya, bahasa daerahku terasa kalah halus dibandingkan dengan mereka.
 
Maka jangan ditanya lagi tingkat kehalusan bahasa Jawa khas Jogja, bahkan saat pembicaranya mengeluarkan kata-kata umpatan yang terdengar masih cukup halus oleh orang-orang daerah yang lebih timur. Apalagi dengan bahasa sehari-harinya wuih, bikin tensi tinggi jadi turun. Tapi kata teman-temanku dari daerah Malang, bahasa sehari-hariku itu terlalu halus bagi mereka. Ya maklum aja, seperti yang aku bilang tadi, mendengar bahasa percakapan teman-temanku dari Madiun aja aku cukup terkagum-kagum dengan penggunaan dan pemilihan kata-katanya, halus!

Secara umumnya percakapan sehari-hari masih bisa dimengerti di tiap daerah di Jawa, baik di Jawa Timur maupun di Jawa Tengah. Hanya saja memang ada beberapa istilah yang beda, bahkan satu kata bisa diartikan beda di tiap daerah. Tapi yang pasti, kedua film ini memang benar-benar mengangkat bahasa Jawa dari dua daerah dengan budaya dan adat yang berbeda dengan memadukan secara campuran penggunaan bahasa Indonesianya.

Kamis, 01 Desember 2011

Gara-Gara Jalan Pintas

Suatu ketika, dalam sebuah seminar bersama dokter spesialis kandungan, seperti biasa beberapa peserta meminta materi yang disajikan oleh pematerinya. Kemudian si dokter tadi menyalin filenya ke dalam masing-masing flashdisk pemintanya. Karena kebetulan aku duduk bersama pemateri tadi, udah pasti aku melihat bagaimana beliau memproses penyalinan tadi yang ternyata melalui proses yang keliru. Mau mengingatkan juga gak enak, apalagi mengingat beliau seorang terpelajar. Dan akhirnya yang aku perkirakan benar-benar terjadi, file-file yang disalin tidak bisa dibuka.

Shortcut, sering disalahartikan sebagai file itu sendiri. Bagi shortcut yang dilengkapi dengan icon udah pasti terlihat simbol shortcut itu di pojok kiri bawah icon, berupa tanda panah kecil. Apalagi kalo dilihat secara detail, pasti terlihat bahwa tipe filenya berupa shortcut. Tapi kebanyakan orang mengira bahwa file yang ada di menu start recent document memang di situlah letaknya, sehingga tanpa dilihat lagi file yang diinginkan dan baru dibuka langsung disalin dari situ. Padahal itu cuma shortcut, atau jalan pintas saja.

Lalu di mana letak file yang sebenarnya? Letaknya bisa dilihat dari shortcut itu juga, yaitu dengan mengklik kanan shortcut yang menandakan filenya, kemudian pilih Properties. Maka kemudian akan muncul sebuah form dengan tab Shortcut, yang kemudian di bawahnya akan muncul sebuah text box bercaption Target. Nah, di dalam text box itu letak dari file aslinya berada. Maka yang perlu dilakukan adalah menuju ke lokasi file tersebut melalui Windows Explorer dan menyalin dari lokasi asalnya.

Salah satu salah kaprah lainnya adalah membuat file yang berlokasi di Desktop. Selain akan memberatkan jalannya OS, file tersebut akan rentan hilang jika OS rusak (termasuk file-file yang ada di My Documents default OSnya berlokasi di drive partisi C:). Untuk mengantisipasi hal itu caranya sangat mudah, jangan sekalipun menyimpan file data dan dokumen di drive C:, atau dengan kata lain simpanlah file di partisi manapun kecuali C:.

Daftar Blog Saya