Sabtu, 05 November 2011

Serial Sayembara

Di awal dekade tahun ’90, sebelum punya antena parabola, televisi di rumahku hanya bisa menangkap dua siaran stasiun televisi, yaitu televisi pemerintah TVRI dan TPI. TVRI siaran mulai jam setengah tiga sore sampai malam (kecuali hari Ahad siaran sejak pagi), sedangkan TPI siaran mulai sekitar jam 5 pagi sampai jam 2 sore. Jadi semacam ada shift siaran pagi dan shift siaran sore gitu. Karena tidak ada pilihan channel lain, maka apapun yang ada di siaran dua stasiun televisi tadi mau tidak mau ya itulah yang disaksikan (kecuali kalo milih gak nonton televisi, tapi nonton radio). Untungnya, di siaran jaman Orde Baru ini, banyak program berkualitas dan mendidik, sehingga mutu dan kualitas siaran tetap terjaga, sampai kemudian ada yang kangen dengan acara-acara tipi jaman dulu.

Dalam beberapa kesempatan, TVRI (terutama stasiun siaran Surabaya yang nyampe di daerahku) menyiarkan sebuah sandiwara berhadiah. Tentu saja jangan samakan dengan acara berhadiah jaman sekarang yang tinggal pake SMS aja, dulu harus kirim pake kartu pos, bahkan pake kuitansi berlangganan koran juga (waktu itu Jawa Pos yang jadi sponsornya). Acara berhadiah lewat telepon bahkan baru muncul sekitar tahun ’95. Di antara sandiwara yang aku ingat ada empat judul, dua di antaranya berupa ketoprak sayembara, satu ludruk sayembara, dan satu lagi berupa mirip sinetron tapi bersayembara. Tentu saja ketoprak dan ludruk pake bahasa Jawa, jadi para penontonnya juga bisa sambil belajar penggunaan dan pengkosakataan bahasa Jawa. Terutama bagi anak-anak sekolah seperti aku, hal ini sangat membantu dalam mendukung pelajaran bahasa Daerah di sekolah.

Beda antara ketoprak dan ludruk terutama dari penggunaan bahasanya. Ketoprak yang lebih menggunakan bahasa Jawa kromo inggil (sesuai dengan daerah asalnya dari Jawa Tengah), tentunya lebih terkesan halus daripada ludruk yang sering menggunakan bahasa Jawa ngoko (karena aslinya dari budaya Surabaya) yang juga bahasa percakapan sehari-hari, sehingga lebih gampang dimengerti. Namun sama saja, di suatu adegan pasti ditemukan penggunaan bahasa Jawa halus di ludruk.

Aku udah lupa judul-judulnya, kalo gak salah satu ketopraknya tentang sebuah pusaka berupa Siung Macan Kumbang. Dalam sebuah huru-hara, pusaka ini hilang dicuri. Hal inilah yang kemudian dijadikan obyek sayembaranya, siapakah yang mencuri pusaka tersebut. Sedangkan ludruknya ceritanya lebih menegangkan lagi, tentang perebutan peta harta karun. Salah satu pemegang peta berusaha untuk menjatuhkan dan merebut bagian peta yang lain. Orang inilah yang dijadikan tebakan dalam sayembaranya.

Yang paling menegangkan adalah cerita sinetronnya, berjudul ‘Tragedi’, tentang pembunuhan seorang konglomerat di sebuah villa miliknya. Ditengarai pembunuhnya ingin merebut harta sang konglomerat tersebut dengan membunuhnya, disertai dengan perencanaan pembunuhan orang-orang dekatnya. Begitu menegangkannya, sampai-sampai terbawa mimpiku setelah melihat episode terakhirnya yang membuka kedok siapakah pembunuh sebenarnya.

Keempat serial ini dibagi menjadi empat episode masing-masing, sehingga waktu pelaksanaan sayembaranya sekitar empat minggu dari penayangan episode pertama. Episode pertama merupakan episode induk di mana para penontonnya masih bingung mencari dan meraba-raba ke mana alur dan siapa tokoh-tokohnya, tapi peristiwa utamanya ada di sini. Episode kedua mulai menguak bagaimana perwatakan serta lika-liku jalan cerita, membuka tersangka-tersangka tapi belum mengerucut ke pelaku sebenarnya. Episode ketiga hampir sama dengan episode kedua, tapi kebanyakan di sini tokohnya mulai berkurang karena disingkirkan oleh sang pelakunya, sehingga penyangkaan pelaku sudah mulai terarah tetapi masih samar-samar. Di episode terakhirlah, secara mengejutkan ditampilkanlah pelaku sebenarnya, yang sering orang tidak menduga bahwa dialah yang melakukan semua kekacauan ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya