Minggu, 27 November 2011

Telepon Rumah

Rumahku termasuk generasi awal yang memasang telepon rumah di daerahku. Di awal dekade ’90-an, saat telepon rumah masih jarang, apalagi telepon umum di daerahku, rumah kami memasang saluran telepon yang saat itu masih konvensional. Hal ini memudahkan komunikasi dengan keluarga yang lain dan juga bisa melancarkan informasi yang beredar, yang sebelumnya memakai prinsip ‘dari pintu ke pintu’, atau MLM (Mulut Lewat Mulut).

Saat itu saluran telepon yang ada masih sederhana, bahkan pesawat teleponnya masih model jadul yang harus diputar dulu lewat sebuah tuas pemutar (tidak ada tombol dan angka yang menunjukkan nomornya) yang bobotnya cukup berat, apalagi bagi anak kecil seumurku waktu itu. Setelah beberapa kali putaran, saluran tersambung dengan kantor Telkom setempat dan kemudian kami diminta menyebutkan nomor yang ingin disambungkan. Sejurus kemudian, operator menghubungi nomor tujuan dan menginformasikan bahwa ada telepon yang ingin menghubunginya, setelah itu operator menutup teleponnya. Baru kemudian kami bisa bercakap-cakap dengan pemilik telepon yang kami tuju. Sangat tidak praktis!

Bahkan nomornya pun tidak seperti saat ini. Rumahku mendapat nomor 73, saat itu yang terbanyak masih nomor 200-an gitu. Jadi kalo udah tau nomornya, saat bicara dengan operator langsung minta ke nomor tujuan tadi. Tapi kalo belum tau nomornya, cukup menyebut pemiliknya saja, operator yang akan mencarikan nomornya. Sedangkan kalo mau menghubungi nomor di luar area, harus jelas daerah Kancatel/Kandatel mana, sekalian dengan nomor teleponnya (saat itu daerah Kota Kediri sudah memakai sistem otomatis dengan lima digit nomor telepon, sedangkan di Kabupaten Kediri termasuk daerahku belum). Jika ditelepon dari luar daerah, harus ditambah pula dengan kode tertentu yang ditambahkan di depan nomor telepon.

Beberapa tahun kemudian, barulah sistem otomatisasi telepon masuk, diawali dengan sosialisasi alur dan sistem, penomoran baru (memakai sistem lima digit), dan pembagian pesawat telepon baru (udah pakai sistem penomoran dan beratnya lebih ringan). Dengan demikian semakin memudahkan hubungan komunikasi, yang tidak perlu memakai bantuan operator lagi. Nomor baru ini masih berdasarkan nomor lama, hanya ditambah beberapa nomor kode khas area. Beberapa tahun kemudian, sistem penomoran diganti lagi dengan sistem enam digit nomor telepon, yang berlaku sampai sekarang.

Dalam belasan tahun memakai telepon rumah, mulai dari abonemen masih beberapa ribu rupiah sampai sekarang beberapa puluh ribu rupiah, kami merasakan berbagai kemudahan dalam melakukan komunikasi. Apalagi sekarang udah semakin banyak yang memasang telepon rumah, atau juga menjamurnya pemakaian telepon seluler, sehingga kegunaan telepon masih dirasa sangat optimal dalam komunikasi jarak jauh.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya