Kamis, 26 Januari 2012

Percampuradukan Budaya dengan Agama

Perancis di bawah Raymond Domenech adalah kekacauan. Euro 2008 adalah buktinya. Rasi bintang sepertinya mengatakan kepada Domenech agar David Trezeguet dan Sebastien Frey dibiarkan menyaksikan turnamen dari rumah masing-masing. Susunan skuad yang diturunkan Domenech membingungkan dan memberikan hasil yang sangat, sangat buruk. Domenech memang manajer sepakbola yang memilih squadnya tidak berdasarkan skill dan performa pemainnya, tapi berdasarkan zodiak bintangnya. Dia sengaja menghindari para pemain dengan zodiak tertentu.

Ternyata di kehidupan yang dikelilingi kehidupan modern dan dibalut teknologi canggih, masih ada saja orang yang mendasarkan jalan kehidupannya pada jalannya bintang. Masih banyak orang di sekeliling kita yang masih mempermasalahkan dan menilai seseorang dari hari lahirnya atau zodiaknya. Padahal kalo dinalar secara akal sehat, bagaimana bisa hari lahir mempengaruhi sifat dan nasib seseorang, padahal beberapa orang yang lahir dalam hari yang sama pun belum tentu dan mungkin tidak mungkin mempunyai sifat dan nasib yang sama.

Sayangnya, begitulah yang terjadi, terutama dalam lingkungan kehidupan masyarakat kejawen. Menjalani kehidupan dengan pengaruh ajaran animisme dinamisme kuno dan sedikit dipengaruhi pula dari ajaran Syekh Siti Jenar, membuat hidup dipenuhi dengan ajaran TBC (Takhayul, Bid’ah, dan Churafat). Ajaran Islam yang sedikit tercemar dengan proses asimilasi budaya yang tidak sempurna, menjadikan proses kehidupan yang islami pun menjadi tercampuri. Agama dijalani berdasarkan produk budaya.

Kalaulah benar kalau agama Islam di Indonesia berasal dari Gujarat, India, seperti yang dicetuskan oleh Snouck Horgonje, bisa jadi ajaran Islam yang masuk telah mendapat pengaruh dari ajaran budaya India. Belum lagi begitu masuk ke Nusantara pada waktu itu, ajaran animisme dan dinamisme masih begitu kental dan mendominasi rakyat pada umumnya, sedangkan untuk menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat umumnya menggunakan pendekatan halus dengan sedikit demi sedikit mencampurkan kebiasaan mereka dengan ajaran Islam.

Dan begitulah yang terjadi di masyarakat kuno. Masyarakat kuno menganut ilmu T10 (titen = mengingat), mengamati sesuatu dari beberapa peristiwa yang sudah terjadi, kemudian membuat kesimpulan berdasarkan sebuah peristiwa yang berulang-ulang. Kemudian mengaitkan juga dengan tanggal lahir, hari lahir, weton, berjalannya benda-benda langit, sehingga muncullah apa yang disebut ramalan nasib berdasarkan bintang. Dan sayangnya kemudian budaya tersebut secara turun temurun diwariskan kepada generasi penerusnya, yang kemudian pula dianut secara membabi buta.

Tidak perlu heran dengan proses tersebut, bahkan sejak ribuan tahun lalu saat Islam mulai didakwahkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, masyarakat Arab jahiliyah juga menganut hal-hal seperti itu. Bila diamati, jumlah tuhannya masyarakat jahiliyah pada jaman tersebut masih kalah dengan jumlah tuhannya masyarakat Nusantara kuno, dengan berbagai bentuk, macam dan namanya. Bahkan saking banyaknya, sampai sekarang pun masih ada saja tuhan-tuhan tersebut yang dilestarikan dalam wadah tradisi budaya.

Bagaimanapun kita harus menghindari dan menghilangkan pengaruh TBC, yang berdasarkan pada kisah-kisah dongeng, penambah-nambahan dalam ibadah, dan cerita-cerita yang tidak mempunyai sumber yang jelas, dalam kehidupan beribadah kita. Meskipun terkadang kita dikepung dalam lingkungan masyarakat yang masih mengagung-agungkan ajaran berdasarkan TBC, jangan sampai kita terpengaruh dan ikut arus sehingga kita mengikuti ajaran tersebut atas nama toleransi dan pergaulan, dengan mengabaikan nilai-nilai aqidah keislaman kita.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya