Rabu, 04 Januari 2012

Baca-Baca

Dulu, saat televisi di rumah masih hanya bisa menyiarkan satu stasiun televisi saja, yang aku ingat jarang atau mungkin tidak ada acara dari luar negeri yang dialihbahasakan ke bahasa Indonesia. Entah itu film, drama serial, atau bahkan film kartun. Aku masih ingat gimana melihat film kartun dengan membaca, apalagi waktu itu aku belum tahu bagaimana cara membaca terjemahan film tersebut, masih bingung liat ada film kartun dengan tulisan-tulisan kecil di bawahnya. Tapi lumayan mengasyikkan, karena dengan itu selain melatih membaca dan memahami cepat, juga memperkaya kosakata dari teksnya tersebut.

Beda lagi dengan sekarang, saat acara-acara dari luar negeri di televisi berhamburan, banyak acara yang kemudian dialihbahasakan dengan dubbing, suara aslinya diisi oleh dubber dengan menggunakan bahasa Indonesia. Gak hanya film-film kartun, film-film remaja dan dewasa pun juga sering diisisuarakan. Tentunya ada sisi positif dan negatifnya dari hal ini. Dulu dengan membaca terjemahannya juga mendukung program pemerintah untuk membebaskan masyarakatnya dari buta aksara. Selain itu juga dengan alasan yang seperti aku rasakan itu, bisa melatih membaca dan memahami secara cepat, dan juga memperkaya kosakata dari tulisan.

Membaca terjemahan juga bisa melatih penguasaan kata-kata dari bahasa asing, karena bisa mencocokkan kata-kata yang diucapkan dalam acara tersebut dengan kalimat terjemahan di bawahnya. Selain itu nuansa dan situasi film lebih terasa alami dengan tanpa ada dubbing. Sedangkan dubbing, dengan latar belakang mempermudah memahami sebuah film, para pemirsa akan dapat dengan cepat menguasai jalan cerita film tanpa membaca. Menonton sebuah acara bahkan bisa dilakukan tanpa menonton langsung ke arah layar kaca, cukup mendengarkan udah bisa tahu bagaimana alur acara tersebut.

Entah apakah ada hubungannya atau tidak, dengan dubbing pemirsa jadi terpengaruh untuk malas membaca, karena udah terbiasa dengan kemudahan dalam menonton acara tersebut. Membaca, terutama yang panjang, adalah kegiatan yang jadi agak berat dan membosankan. Padahal hidup kita tidak lepas dari hal yang bernama membaca. Ke mana pun akan secara sengaja atau tidak, pasti manusia akan membaca, menemui aksara di mana-mana. Kemalasan dalam membaca juga bisa mempengaruhi bagaimana seseorang menganggap sebuah tulisan menjadi tidak terlalu berharga. Tulisan larangan-larangan malah menjadi sesuatu yang menantang untuk dilanggar. Tulisan ‘Belok Kiri Ikuti Isyarat Lampu’ misalnya, bukanlah hal penting untuk jika udah berhadapan dengan kebiasaan. Tulisan ‘Jagalah Kebersihan’ bukanlah hal yang harus ditaati karena terlalu terbiasa.

Ngomong-ngomong soal ‘Jagalah Kebersihan’, jadi ingat sebuah ungkapan bahwa dalam membuang sampah masyarakat Indonesia sama dengan bangsa lain yang disiplin. Persamaannya adalah sama-sama membuang sampah pada tempatnya. Bedanya, bagi bangsa lain, tempat sampah ada di suatu tempat di mana setiap sampah harus dibuang ke tempat itu, sedangkan bagi masyarakat Indonesia, setiap tempat adalah tempat sampah sehingga sampah bisa dibuang di mana-mana. Tapi semoga ungkapan itu tidak sepenuhnya benar.

Tapi, kembali pada kebiasaan, membaca, dan kebiasaan membaca tadi, semua kembali kepada hati dan akal masing-masing orang. Karena bisa dipastikan setiap orang yang bisa membaca mempunyai mata untuk melihat dan membaca, tapi mungkin tidak bisa menghayati dan melaksanakan apa yang mereka baca. Dan akhirnya yang muncul bukan lagi malas membaca, tapi malas bertindak.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya