Rabu, 12 Oktober 2011

Candi Arimbi

Saat kembali ke Kediri dari Surabaya, aku sempat tersesat saat melewati jalan pintas masuk dari Mojoagung. Harusnya aku belok ke kanan di salah satu pertigaan, tapi aku gak terlalu memperhatikan pertigaan itu sehingga aku lurus saja dari pertigaan itu. Saat melihat kemudian jalan berubah naik turun dan berkelok-kelok, aku tersadar kalo ini bukan jalan yang benar yang aku lewat saat berangkat tadi. Sempat berniat langsung balik kanan saat itu juga, tapi masih aku terusin perjalanan melewati jalan itu.

Tak disangka, ternyata aku melewati sebuah candi di jalan itu. Dari papan nama di sampingnya, terbaca jelas nama candi itu adalah Candi Arimbi. Letak candi itu benar-benar persis di pinggir jalan, sehingga tanpa masuk pun dari jalan terlihat jelas puing candi itu. Dari jarak sekitar 50 m puncak candi itu sudah terlihat.

Candi Arimbi ini adalah salah satu di antara sekian banyak peninggalan Majapahit namun letaknya sangat terpencil dari semua peninggalan Majapahit lainnya. Peninggalan Kerajaan Majapahit kebanyakan terdapat di daerah Majokerto. Di sekitar Candi Arimbi ini ditanami dengan aneka bunga dan dikelilingi pohon-pohon cengkeh.

Dilihat dari motif atau corak arsitekturnya, Candi Arimbi mempunyai latar belakang agama Hindu, di mana di candi ini dulu terdapat Arca Purwati sebagai istri Dewa Siwa yang sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta. Sementara di pelataran atau halaman candi terdapat arca-arca yang berciri khas Hindu.

Dewi Parwati dikenal sebagai simbol wanita yang benar-benar mempunyai seluruh syarat terbaik sebagai seorang wanita, ibu dan istri. Parwati juga dianggap sebagai dewi lambang kesuburan, bersama-sama dengan Siwa, mereka berdua sering digambarkan sebagai yoni (simbol wanita) dan lingga (simbol laki- laki).

Arca-arca Hindu cukup banyak ditemukan di halaman candi. Sayangnya, arca-arca itu sudah tidak berada dalam kondisi utuh, bahkan beberapa di antaranya hanya menyisakan potongan anggota badannya saja. Di halaman candi terdapat reruntuhan batu. Di antaranya ada sebuah lapik bekas untuk menempatkan arca. Pada lapik itu hanya tersisa telapak kaki arca. Sebuah hiasan kala dengan ukuran agak besar, tergeletak di salah satu sudut halaman candi. Diperkirakan, batu ini dulunya digunakan untuk menghiasi pintu masuk ke ruangan (bilik) candi. Suatu hal yang lazim terdapat pada candi-candi Hindu lainnya di propinsi Jawa Timur. Nama Candi Rimbi juga sering disebut juga Cungkup Pulo. Nama Rimbi dikaitkan dengan nama tokoh pewayangan bernama Arimbi, isteri Werkudoro (Bima).

Candi ini mempunyai ruangan pusat, tempat Arca Purwati dan arcanya sekarang di Museum Nasional Jakarta, yang melukiskan Tribuwana Wijaya Tungga Dewi, Raja Majapahit yang memerintah pada tahun 1328 – 1350 M. Masa pembangunan Candi Arimbi pada abad XIV M pada jaman Majapahit.

Secara administratif letak situs Candi Arimbi berada di Desa Pulosari Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang, secara arsitektural bangunan Candi Arimbi berdiri di atas alas dengan tinggi dan tangga masuk berada di sebelah barat, bahan terbuat dari batu andesit sedangkan pondasinya dari bata, arah hadapnya ke barat. Situs Candi Arimbi sekarang memiliki luas 896.56 m2.

Candi ini terletak di sebelah tenggara Kota Jombang atau sekitar 24 km dari Kota Jombang. Dari Mojoagung atau jalan provinsi yang menghubungan Surabaya-Jombang, candi ini terletak di sebelah selatan dengan jarak tempuh ± 17 km menuju kawasan pegunungan Wonosalam. Tinggi candi ± 10 m, lebar ± 6 m dan panjangnya ± 8 m. Setelah wafatnya Dewi Arimbi, konon jasadnya disemayamkan di Candi Arimbi ini. Sejak saat itu pula lambat laun wilayah di sekitar candi ini dikenal sebagai Dusun Ngrimbi.

Namun sayangnya, candi ini belum pernah dipugar atau mendapatkan perawatan selayaknya sehingga tak tampak lagi kemegahannya. Beberapa bagian candi setinggi sekitar delapan meter mulai terlihat pecah-pecah dan bagian puncak dan tengah keropos. Di musim hujan seperti saat ini, lumut hijau juga semakin subur tumbuh menutupi permukaannya. Hal ini seharusnya tak perlu terjadi jika ada "sentuhan serius" dari pihak berwenang dan yang diberi tanggungjawab.

Untuk mencapai obyek wisata sejarah ini, dapat menggunakan berbagai macam alat transportasi. Ada angkutan umum dari Mojoagung menuju Wonosalam yang dapat ditempuh sekitar 30 menit. Lokasi candi persis di tepi jalan raya Mojoagung – Wonosalam. Namun, akan lebih menyenangkan jika perjalanan memakai kendaraan pribadi (mobil atau motor) sebab setelah kunjungan ke kawasan ini, kita bisa melanjutkan perjalanan sepuasnya untuk menikmati panorama lain di kawasan Pegunungan Anjasmara Wonosalam.

Kondisi Candi Rimbi ini sepintas mirip dengan Candi Sumur yang berada di Sidoarjo. Badan candi yang seolah terkoyak itu masih berdiri tegak di antara reruntuhan batu andesit yang berada di sekitarnya. Dengan kondisi seperti itu, sulit diketahui seperti apa sebenarnya bentuk badan dan atap candi. Meski demikian pada bagian kaki candi masih bisa ditemukan berbagai relief yang menggambarkan manusia dan hewan. Salah satu relief yang unik adalah adanya relief yang menggambarkan sepasang manusia (pengantin) yang berada dalam sebuah gentong. Sayangnya hingga sekarang belum bisa diketahui isi cerita yang coba digambarkan melalui relief-relief tersebut.

Dan akhirnya aku memutar balik motorku setelah melewati gapura masuk Kecamatan Wonosalam, sehingga sekali lagi aku bisa melihat Candi Arimbi sekali lagi. Semoga lain kali aku bisa ke situ lagi, tentunya bukan karena tersesat salah jalan.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya