Selasa, 04 Oktober 2011

Mencari Alamat


Setelah seorang sepupuku pindahan rumah, baru beberapa bulan kemudian aku bisa mengunjungi rumah barunya. Sebelumnya aku hanya mendengar rumah sepupuku itu dari cerita ibuku. Beliau tidak menceritakan detail bentuk rumahnya, tapi cerita tentang hal-hal yang berhubungan aja, misalnya kemarennya pager rumahnya ditinggikan, halamannya mau ditanami banyak bunga, dan sebagainya. Saat aku mengantar ibuku ke rumah sepupuku tadi, pastinya itu pertama kali aku ke sana. Tapi dengan berbekal informasi yang sebenarnya gak terlalu penting tadi, aku bisa langsung menebak yang mana rumah sepupuku itu. Aku berhenti tepat di depan pintu pagar rumahnya, sambil ditanyain ibu apa aku pernah ke situ sebelumnya. Aku hanya menjawab bahwa saat itu adalah pertama kali aku ke situ. Mencari alamat asing, yang kita belum pernah ke sana, bahkan denger tempat itu aja baru sekali, memang agak membingungkan. Berbekal sedikit informasi bahkan tak jarang tanpa informasi sama sekali, menambah tingkat kesulitannya. Mungkin kita hanya berharap ada kentongan di tempat itu, yang bisa kita pukul dan membuat banyak orang berkumpul, sehingga kita bisa dapat narasumber yang banyak dalam waktu yang singkat. Salah satu kuncinya adalah percaya pada sumber informasi dan isi informasinya. Jika dipadukan dengan nalar, analisa, imajinasi, dan insting, maka pastinya akan segera dapat kita temukan. Apalagi kalo ditambah kenekadan (yang tidak perlu) seperti membunyikan kentongan tadi. Informasi yang kita dapatkan bisa jadi bahan imajinasi kita menggambarkan gimana sih lokasi dan tempat yang akan kita tuju nantinya, berwujud dan seperti apa bentuknya gitu. Dulu, saat tinggal di Malang untuk tugas praktek dari sekolah, aku bersama 5 orang temanku dicarikan tempat kos oleh karyawan SDM pabriknya. Kebetulan tempat kos tadi rumah adiknya, jadi rumah itu yang jadi alternatif pertamanya. Beliau menceritakan letak rumah kos tadi sambil aku coba gambarkan gimana sih tempat asing yang akan aku tinggali 9 minggu ke depan. Kemudian beliau akan mengantar kami ke rumah itu, namun karena kami ada enam orang, beliau hanya membawa 2 orang dari kami untuk bersama beliau. Tak seberapa lama, seorang yang juga kos di rumah tadi menjemput kami. Seperti bapak tadi, hanya 2 orang dari kami yang bisa ikut. Sisanya, aku dan seorang temanku, disuruh naik bis aja ke rumah. Jadilah kami yang belum tau apa-apa tentang daerah ini naik bis dengan penuh waspada. Kami hanya diberi satu nama, Telon Kedok, daerah kosnya. Saat membayar ke kondektur kami memberitahu di mana kami turun. Sebenarnya aku tidak yakin kondekturnya akan memperingatkan kami saat masuk ke daerah tadi, sehingga aku mengarahkan pandangan ke luar bis. Saat masuk ke salah satu tikungan dengan pertigaan, segera aku meminta bis berhenti dan aku mengajak temanku tadi untuk segera turun sebelum bis jalan lagi. Saat udah turun temanku bertanya lokasi Telon Kedok itu di mana, kemudian aku jawab aku juga belum tau pasti, tapi aku menunjuk ke pertigaan tadi. Temanku baru mengerti kalo yang dimaksud Telon Kedok itu adalah protelon (pertigaan) di daerah yang bernama Kedok. Benar saja, anak yang menjemput teman-temanku tadi udah nunggu in di samping gapura pertigaan sebelah timur. Selamatlah kami dari ketersesatan. Kalo dengan cerita ini, aku cuma memanfaatkan faktor nalar, insting dan imajinasi. Untungnya aku gak perlu mukul kentongan keras-keras (meskipun di pojok pertigaan itu ada kentongan berukuran gede), sehingga tidak merepotkan orang lain.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya