Senin, 10 Oktober 2011

Poligami a la Rasulullah Muhammad SAW: Istri-Istri Rasulullah

Salah satu rubrik favoritku dalam majalah ‘Matan’ adalah Kolom, yang secara rutin diisi oleh Bapak Nur Cholis Huda, wakil ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur. Dalam majalah edisi April 2010, kebetulan tema majalah ‘Matan’ membahas masalah nikah siri, sehingga dalam rubrik Kolom ini juga dibahas tentang nikah siri, lebih khususnya tentang poligami.

Di sini diceritakan tentang makna dan pelaksanaan poligami di kehidupan nyata. Kebanyakan alasan yang dikemukakan adalah melaksanakan sunah Rasul. Padahal kalo mau benar-benar melaksanakan sunah Rasul, harus dipahami pula esensi dan sebab mengapa Rasul beristri lebih dari satu, sehingga bukan hanya mengikuti secara membuta dan mengglobal.

Dalam buku ‘Istri-Istri Para Nabi’ digambarkan betapa manusiawinya kehidupan Rasulullah Muhammad SAW bersama istri-istrinya. Rasulullah tidak berpoligami saat istri pertama beliau, Khadijah binti Khuwailid R.A., masih hidup. Rasulullah SAW hidup bersama Khadijah selama lebih dari 24 tahun, dan selama itu Rasulullah tidak menikah dengan wanita lain. Sedangkan Khadijah saat menikah dengan Rasulullah berstatus janda, pernah menikah 2 kali, mempunyai 1 anak dengan suami pertamanya, Atiq bin Aidz, dan 2 anak dengan suami keduanya, Abu Halak Malik bin Nabbasy.

Setelah wafatnya Khadijah, Rasulullah kemudian menikahi ‘Aisyah binti Abu Bakar R.A. 2 tahun sebelum hijrah, dan ‘Aisyah dinikahi saat masih gadis. Kemudian Rasulullah menikahi Saudah binti Zam’ah R.A., janda as Sakran bin Amr, di tahun yang sama, kemudian menikah dengan Hafshah binti Umar, janda Khunais bin Hudzafah as Sahmi di tahun 2 H, tiga puluh bulan kemudian, Rasulullah menikah dengan Zainab binti Khuzaimah al Hilaliyah R.A., janda ath Thufail bin al Harits, kemudian beliau menikah dengan Ummu Salamah binti Abu Umaiyyah, janda Abu Salamah bin Abdul Asyhal, tahun 4 H, kemudian menikah dengan Zainab binti Jahsy R.A., janda Zaid bin Haritsah, tahun 5 H, dan di tahun 5 H pula, Rasulullah menikahi Juwairiyah binti al Harits al Khuzaiyah R.A., janda Musafi’ bin Shafwan al Mushthaliqi. Pada tahun 6 H, Rasulullah menikahi Raihanah binti Zaid R.A., janda al Hakam, kemudian Rasulullah menikahi Ummu Habibah binti Abu Sufyan R.A., janda Ubaidillah bin Jahsy, pada tahun 7 H, kemudian menikah dengan Shafiyah binti Huyai R.A., janda Salam bin Misykam dan Kinanah bin ar Rabi’, di tahun 7 H pula. Pada tahun 8 H, Rasulullah memperistri Maimunah binti al Harits R.A., janda Abu Ruhm bin Abdul Uzza.

Ada pula Maria al Qibthiyah, istri Rasulullah dari kalangan Kristen Goptic Mesir yang masuk Islam dan dinikahi sekitar tahun 7 H., yang memberi seorang putra bagi Rasulullah dan satu-satunya putra Rasul setelah masa kenabian beliau, yang sayangnya putra beliau ini, Ibrahim, meninggal saat berusia 18 bulan karena sakit parah. Beliau adalah budak Rasulullah yang dihadiahkan oleh al Muqaiqis dari Mesir. Untuk istri Rasul yang satu ini tidak banyak referensi yang bisa aku temukan apakah beliau dinikahi dalam status gadis atau janda, yang jelas beliau sangat membuat istri-istri Rasulullah yang lain cemburu karena kecantikannya. Maria tidak dimasukkan daftar sebagai Ummahat al Mukminin dalam beberapa sumber, padahal beliau mendapatkan penghargaan dan kehormatan yang sama sebagai istri Rasulullah SAW, bahkan mendapatkan gelar yang sama sebagai Ummahat al Mukminin bersama istri-istri Rasulullah yang lain.

Masih ada pula istri-istri Rasul yang lain, yang disebutkan dinikahi Rasulullah tapi tidak beliau gauli, serta beberapa wanita yang menawarkan dirinya kepada Rasul dan ada pula yang beliau tolak. Menurut ‘Aisyah R.A.: “Rasulullah SAW tidak wafat hingga Allah menghalalkan beliau menikahi wanita-wanita mana saja yang beliau inginkan”. Dan kemudian Rasulullah menikahi wanita-wanita yang sudah menikah sebelumnya (kecuali ‘Aisyah R.A.). Sabda Rasulullah, “Sesungguhnya Allah tidak menghendaki aku menikah atau dinikahkan kecuali dengan wanita-wanita penghuni surga”.

Maka jika ingin mencontoh Rasulullah SAW, contohlah Rasulullah yang menikahi janda tua yang punya yatim, pejuang yang menjadi janda, terlantar, dan terlunta-lunta di negeri orang karena dicerai suaminya yang murtad. Mereka ini ketika dinikahi Rasulullah sudah tidak muda lagi, bahkan hampir menopause. Dan pernikahan beliau juga selalu dirayakan, tidak diam-diam. Alasan yang layak dipertimbangkan terutama bagi yang akan berpoligami dengan alasan mengikuti sunnah Rasul. Sedangkan yang sudah terlanjur ya sudah, tinggal bersikap adil karena setiap ketidakadilan dalam hal apapun dan dalam bentuk apapun berlawanan dengan Islam.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya