Minggu, 21 Desember 2014

Pola Film

Sebenarnya hal yang dibahas dan ditampilkan di sebuah film itu adalah “MASALAH”. Kita bisa liat kan, di film itu, entah itu berupa sinema elektronik (sinetron) atau sinema layar lebar, polanya adalah ditampilkan masalah, kemudian tokoh utamanya mengatasi masalah, masalah selesai, dan tokoh utamanya menang, akhirnya bahagia. Ada sih beberapa film yang berakhir dengan tokoh utamanya nggak bahagia, tapi seenggaknya filmnya selesai, tamat, nggak nyambung-nyambung lagi, itu bisa jadi kebahagiaan bagi para penontonnya.

Tapi sekarang coba kita perhatikan, ada sinetron-sinetron berseri yang panjangnya bahkan bisa sampai seribu episode, padahal kalo sinetron itu ditayangkan setiap hari tanpa henti, dengan durasi sekitar satu jam, maka selama sekitar tiga tahunan sinetron itu tayang, bahkan belum tamat juga. Ini kan bisa bikin pertanyaan, sebenarnya seberat apa sih masalah yang dihadapi tokoh utama di sinetron itu? Kok ada ya masalah yang dihadapi sampai tiga tahun belum selesai-selesai. Padahal kita liat orang-orang Indonesia sekarang ini. Hujan gerimis sehari aja udah galaunya bukan main. Giliran besoknya panas banget ngeluhnya minta ampun. Yang kaya gini udah jelas nggak masuk kriteria pola sinetron tadi.

Dan lagi, tiga tahun sinetron nggak tamat-tamat. Kalo dengan pola tadi, tokoh utamanya bahagia di akhir cerita, ini berarti selama tiga tahun tokoh utama ini nggak bahagia, ada aja masalahnya. Ini jangan-jangan tar berakhirnya cerita gara-gara tokoh jahatnya bosan bikin masalah, terus dia mikir ‘Ah, udahan aja lah masalahnya, udah tiga tahun nih, bosan jahat terus!’. Kalo tokoh jahatnya kaya gini ini sebenarnya cerita selanjutnya udah bisa ketebak, bukannya tamat, malah tokoh jahat lainnya muncul lagi. Dia kemudian meneruskan “tradisi jahat tiga tahunan” yang dari tokoh jahat sebelumnya.

Nggak, gini lo sebenernya, apa sih manfaat dari kita, para pemirsa ini, dengan menonton sinetron yang sampai seribu episode itu? Kita lo malah terlarut dalam cerita, sehingga jangan-jangan kita terlalu menghayati peran dalam sinetron itu. Iya kalo perannya yang jadi si baik, yang ditindas selama tiga tahun woles-woles aja. Coba kalo perannya ternyata jadi si jahat, tiap hari bikin masalah nggak abis-abis, bahkan sampai tiga tahun belum selesai. Mau jadi apa hidupnya?

Kalo dulu ada kontroversi tentang tayangan-tayangan kartun kaya Pokemon atau Spongebob Squarepants karena membahayakan yang nonton, harusnya juga ada dong larangan menayangkan sinetron yang panjang-panjang episodenya. Harusnya aturan panjangnya dibatasi, misalnya kalo yang tayang setiap hari kalo bisa tiga bulan udah selesai dan yang tayang seminggu sekali enam bulan udah tamat. Kalo gitu kan abis tamat ada yang lain ngantri tayang, toh yang main kan kebanyakan ya pemainnya itu-itu aja.

Kaya FTV itu sebenarnya bagus, tapi alurnya mudah ketebak. Polanya itu nggak jauh-jauh dari ketemu, berantem, naksir, terus jadian. Pemainnya juga sebenarnya itu-itu terus. Tapi bagusnya nggak ada FTV yang nyampe tayang seribu episode. Ini kalo FTV sampai seribu episode, kasian yang mau naksir ini, mungkin episode ketemunya bisa satu episode selesai, tar berantemnya 950 episode berikutnya, 48 episode berikutnya diisi dengan acara taksir-taksiran, terus episode terakhirnya jadian, tamat!

2 komentar:

  1. hahahahah, karena penikmat nya yang larut dalam cerita nya yang membuat suatu film bisa beribu ribu episode bang,

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe, makin lama bisa makin ngebosenin

      Hapus

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya