Minggu, 14 Desember 2014

Menyampah

Seharusnya kita nggak perlu mempermasalahkan tentang bagaimana sampah itu dibersihkan atau siapa yang akan membersihkan sampah. Nonton berita di tivi, ada sungai di Jakarta yang penuh sampah, tiap hari sampahnya diangkat pake alat berat, tapi kok masih aja ada sampahnya. Belum sampe selesai pengangkatan satu hari, sampah dengan volume yang sama udah datang lagi.

Sekarang coba fokus beralih ke seseorang yang berjalan di pinggir kali. Dia makan roti berkemasan plastik. Rotinya udah habis dan dia nggak bingung lagi mau dibuang ke mana kemasan plastik itu, soalnya ada dua pilihan tempat buang terdekat, kalo nggak di jalan ya di kali. Dan akhirnya tanpa melalui pemikiran dan musyawarah mufakat dia buang ke kali aja. Dalam otak dangkalnya dia berpikir bahwa toh hanya dia aja yang buang sampah ke sungai waktu itu. Dan juga toh hanya sampah plastik kecil tanpa bobot yang dia buang.

Sekarang beralih lagi ke pemikiran yang agak ‘perhitungan’, berapa panjang sungai itu, dan berapa panjang jalan yang ada di pinggir sungai itu untuk dilalui orang. Kemudian ditambah dengan berapa orang yang jalan di pinggir kali itu, dan berapa banyak orang yang makan roti di situ. Kemudian ditambah lagi berapa banyak orang yang memilih ngebuang bekas bungkus roti itu ke kali dibandingkan ke jalan.

Parahnya, semua orang ini berpikiran yang sama, ‘Toh hanya dia aja yang buang sampah ke sungai waktu itu’, dan ‘Toh hanya sampah plastik kecil tanpa bobot yang dia buang’. Dan hasilnya, ya muncul di berita tivi tadi. Misalkan dalam satu jam aja ada 10 orang yang memilih membuang bungkus bekas roti di kali, berarti dalam satu hari ada 240 bungkus roti mengapung di kali. Itu cuma dihitung sampah bekas roti aja. Gimana dengan sampah-sampah yang lain? Tambahan lagi, gimana dengan sampah-sampah yang lain di tempat-tempat yang lain?

Sering banget nemuin orang-orang yang pas buang sembarangan sampai dibarengin dengan pemikiran ‘Toh nanti juga ada yang bersihin’, atau ‘Kalo nggak ada sampah, tar tukang sampah kerja apa?’. Padahal coba kita lihat katanya, ‘tukang sampah’, itu bisa diartikan orang yang kerjanya bikin sampah, ya berarti dia sendiri. Maksudnya gini, kenapa kita harus berangkat dari pemikiran ‘ada yang bersihin’, padahal kita punya peluang besar untuk mencegah itu. Kita bisa mencegah sampah berceceran dengan tidak buang sampah sembarangan. Lagian kan banyak disediakan tempat sampah di berbagai tempat. Pekerjaan menampung sampah sementara sampai ketemu tempat sampah buat buang sampah di situ, itu kan juga bukan pekerjaan yang berat, kecuali kalo sampahnya itu tadi berupa truk bekas gitu.

Kenapa kita nggak mengorbankan sedikit waktu buat menampung sampah sementara, yang bisa berdampak bersihnya lingkungan. Yang buang plastik bekas roti tadi, sementara plastiknya dikantongin dulu sementara sampai ketemu tempat sampah. Atau kalo nggak mau kantongnya kotor bisa antisipasi bawa kantong plastik buat penampungan sementara. Atau kalo nggak mau repot lagi ya nggak usah makan roti dulu sementara sampai ketemu tempat sampah terdekat. Kita sering pengen menjaga kebersihan tapi bingung gimana atau memulai dari mana. Ya kita bisa mulai dari hal remeh temeh kaya tadi, dimulai dari diri kita sendiri, dan sesegera mungkin dilaksanakan, nggak perlu nunggu fungsi sungai dari penuh air menjadi penuh sampah.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya