Jumat, 12 Desember 2014

Di Beranda Facebook

Facebook sekarang ini udah kaya tempat mengumpulkan keluhan-keluhan. Mungkin kalo satu hari aja keluhan yang ada di berandanya dikumpulin bisa jadi buku berpuluh-puluh halaman. Herannya kok nggak habis-habis ya itu keluhan, ada aja yang dikeluhkan. Padahal tiap hari udah mengeluh lo, tapi stoknya kayanya masih banyak yang perlu dikumpulkan di situ.

Selain itu Facebook sering jadi tempat pamer bersosialisasi. Misalnya ada seseorang mau berkomunikasi sama temannya, terus dia buat status buat temennya itu sambil mention gitu. Ini udah kayak telepon atau SMS seperti nggak ada aja. Bikin status gitu, yang nonton banyak, tar dikomen orang nggak dibales karena yang dimaksud bukan dia.

Pernah juga nemuin ada orang bertengkar di Facebook. Ada gitu yang rebutan cowok, ceritanya ada seorang cewek yang suka sama seorang cowok atau gimana, terus si cowok itu ada cewek lain yang ngedeketin. Terus si cewek ini bikin status buat nyindir cewek yang satunya tadi, eh cewek yang satunya ini komen di situ, terus saling berdebat. Ada lagi sepasang suami istri yang lagi marahan, tapi marahannya dari dunia nyata berlanjut ke dunia Facebook. Awalnya istrinya bikin status galau gitu soal masalahnya, terus suaminya komen di situ. Ini masalah keluarga, tapi seisi Facebooknya tau dan baca.

Nah ada lagi yaitu Facebook sebagai tempat berdoa. Ini sebenarnya nggak jelas, apakah maksudnya biar diaminin banyak orang, atau lagi pamer kesengsaraan. Misalkan ada masalah gitu, terus doa biar masalahnya selesai, mungkin orang yang komen bilang ‘aamiin’ apa gimana gitu. Kan doa, apalagi ngaminin itu lebih mustajab kalo diucapkan daripada ditulis. Atau misal ada cewek lagi ada masalah sama pasangannya gitu, terus bikin status galau kemudian ada doanya, kan kita nggak bisa mastiin dari semua kontaknya itu niatnya tulus ngaminin dia mungkin. Jangan-jangan ada salah satu atau beberapa dari kontaknya malah pengen si cewek ini putus sama pasangannya terus biar dia bisa ngedeketin. Kalo yang kaya gini udah jadi modus terselubung.

Banyak pula foto-foto narsis, yang sering aku sebut “1 : 50”, maksudnya satu gaya tapi fotonya ada lima puluh buah. Nggak tau kenapa, mereka ini bikin foto sebanyak lima puluh kali hanya dengan sebuah gaya yang sama. Padahal fotografi itu kan seni cahaya, kalo udah narsis-narsisan kaya gini udah nggak bisa dibilang berseni lagi tuh.

Itu adalah beberapa alasan mengapa bagiku Facebook udah nggak asyik lagi. Bagiku sebenarnya apapun yang mereka bikin di akun Facebook mereka sendiri itu adalah ya privasi mereka, semau mereka. Urusan mereka ya biar mereka urus sendiri, urusanku ya aku urus sendiri. Kalo nggak suka tinggal remove aja udah beres.

Tapi ya liat-liat juga, ada nggak manfaatnya buat kita liat di Beranda. Kalo nggak manfaat ngapain diperlihatkan. Mengekspos masalah pribadi untuk jadi konsumsi publik itu kan nggak jauh beda menjadikan Facebook sebagai infotainment basi yang sering muncul di televisi. Kita mungkin nggak suka diomongin orang lain, tapi kita sendiri yang menggembar-gemborkan masalah kita sendiri di depan umum. Status Facebook mungkin bukan sangat umum seperti televisi yang bisa dilihat semua orang bahkan mereka yang nggak punya televisi. Tapi tetap aja, itu bisa menjadi santapan dan tontonan bagi mereka yang kita undang jadi teman, atau mengundang kita jadi teman.

Sebenarnya juga salah kalo ada ungkapan ‘Statusmu adalah apa dan bagaimana dirimu’, karena kalo statusnya ngambil dari lagu, puisi, atau buku, terus bagaimana kita nilai orang itu? Puitis, ekspresif, atau plagiat?

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya