Jumat, 22 November 2013

Dendam Berantai

Setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung dan menjadi raja di Tumapel, Ken Arok tewas dibunuh Anusapati, yang merupakan anak dari Tunggul Ametung. Anusapati kemudian mati dibunuh oleh Tohjaya, anak kandung Ken Arok. Dan Tohjaya pun mati di tangan anak Anusapati bernama Ranggawuni.

Sebuah episode berdarah pada masa awal berdirinya kerajaan Singosari. Sebuah dendam berantai yang mengiringi perjalanan sebuah kerajaan. Tercatat hanya satu raja Singosari yang tidak berakhir dengan pembunuhan, yaitu Ranggawuni.

Begitulah keadaan umum di dunia pendidikan negara kita ini. Begitu memasuki sebuah lingkungan pendidikan baru, para ‘junior’ ini akan mengalami yang namanya ‘efek dendam berantai’. Sebuah keadaan yang mungkin akan disangkal oleh beberapa pihak, namun kenyataannya yang terjadi seperti itu. Atau dengan nama dan istilah lain, MOS atau OSPEK. Sebuah kegiatan yang harusnya menjadi sarana pengenalan lingkungan sekolah bagi murid baru dari pihak sekolah, namun sayangnya pengelolaan pelaksanaannya diserahkan kepada murid senior sekolah.

Padahal murid senior tersebut mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan di awal masa mereka dulu. Entah dipicu oleh ‘dendam’, tradisi, atau untuk kejahilan, maka dibuatlah acara yang nyeleneh, di luar nalar, bahkan terkesan mengada-ada. Dulu aku pernah dengar seorang kerabat dari temanku pada saat OSPEK harus membawa beberapa ratus ekor nyamuk yang ditangkap dalam waktu semalam. Memang sih ada cara menangkap nyamuk yang aman dan tidak membuat nyamuk mati, tapi apakah hubungannya kegiatan ini dengan pengenalan lingkungan sekolah?

Padahal mungkin banyak persyaratan yang diajukan kepada para junior ini yang sangat sulit, sama dengan penggerebekan masal nyamuk tersebut. Yang terjadi kemudian adalah para siswa baru ini repot mencari syarat, melibatkan orangtuanya, keluarganya, teman-temannya, tetangganya, bahkan bisa jadi orang yang baru kenal di jalan pun ikut dimintai tolong. Kalo gagal, maka hukuman telah menanti keesokan harinya.

Para staf pengajar yang harusnya selalu mengawasi dan bertanggung jawab, seringnya menyerahkan sepenuhnya kepada panitia yang terdiri dari murid senior ini. Baik buruk, apapun yang terjadi, semua diserahkan panitia pelaksana yang mungkin bisa jadi di antara mereka ada barisan ‘angkatan sakit hati’, ingin menuntaskan dendam masa lalunya. Dan kemudian, di tahun berikutnya, para junior inilah yang meneruskan tradisi ini.

Mungkin kita harus menunggu barisan ‘angkatan yang tidak sakit hati’ dulu baru kegiatan-kegiatan orientasi yang tidak berhubungan dengan dunia pendidikan ini berakhir. Sebagaimana Ranggawuni yang turun tahta dengan damai digantikan oleh anaknya, Kertajaya.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya