Selasa, 20 Januari 2015

Majalah Anak-Anak

Waktu kecil dulu aku sering dibelikan majalah anak-anak. Dulu sih banyak macamnya, tapi yang paling sering dibelikan ya Bobo sama Mentari. Atau tabloid anak-anak yang sebenarnya merupakan sisipan atau bonus dari tabloid wanita kebanyakan waktu itu. Dari majalah-majalah ini banyak hal yang bisa aku ambil sebagai pelajaran, entah itu hikmah, pendidikan, ataupun pengetahuan umum dan sejarah, serta yang lainnya. Dan tentu aja di majalah itu yang terutama banyak ya cerita-cerita pendek dengan berbagai temanya.

Nah, dari cerita pendek ini sebenarnya banyak hal yang ‘meracuni’ harapan dan impianku. Cerita-cerita ini kan disetting buat anak-anak, tapi karena ceritanya banyak yang khayal jadinya aku sering berkhayal juga. Contohnya waktu itu ada cerita tentang anak-anak yang kelaparan dan nggak mampu beli roti buat makan. Kebetulan waktu itu ada peri baik yang lewat, dan karena kasihan dia memberikan anugerah berupa tangan anak itu saat mengusap gambar roti maka bisa berubah jadi roti beneran. Dan setelah membaca cerita ini, aku jadi teracuni dan berobsesi mengusap gambar agar jadi beneran.

Atau pas baca cerita bersambung tentang robot dari luar angkasa yang mendarat di rumah seorang bocah, dan akhirnya robot itu menjadi teman bocah tersebut. Robot ini baik hati dan bisa membantu bocah tersebut. Dari cerita ini aku jadi punya obsesi miara robot.

Kembali pada cerita ini disetting buat anak-anak. Nggak tau sebenernya apakah cerita-cerita khayal kaya gini bisa masuk ke nalar anak-anak pembacanya dengan baik, ataukah cerita ini sebenarnya masih membutuhkan bimbingan orangtua buat mengembangkan dan menjelaskan sehingga anak-anaknya mengerti. Yang paling nggak ngerti waktu itu aku pernah baca cerita tentang seseorang yang punya undangan pesta di dua tempat yaitu di hulu dan hilir sungai, dalam waktu yang sama. Dia memilih undangan yang di hulu sungai karena hidangannya enak-enak. Tapi begitu nyampai di tempat ternyata hidangannya udah habis. Karena nggak mau rugi, akhirnya dia mendatangi undangan yang satunya, di hilir sungai. Tapi begitu nyampai di sana acaranya udah selesai. Ini kalo anak-anak sendiri yang baca, dia nggak bakal ngerti apa maksud dari cerita ini, kaya aku tadi.

Tapi terlepas dari hal-hal yang berkaitan dengan cerita tadi, majalah anak-anak bikin kreatif pembacanya. Selain itu bikin proses belajar membaca jadi lebih cepat. Apalagi juga pengetahuan tentang ilmu umum dan sejarah juga bisa didapat. Hanya saja setelah sekian lama nggak tau apa aja isi majalah anak-anak tadi, suatu ketika aku iseng buka-buka majalah anak-anak di penjual majalah. Yang bikin nyesek adalah ternyata majalah anak-anak ini udah nggak lagi dikhususkan buat anak-anak, malah lebih kepada remaja atau ABG gitu. Nggak tau apakah emang konsep majalah ini digeser ke pasar itu, atau sebenarnya merupakan sisipan aja. Tapi emang sih, mungkin juga penerbit majalah itu menyesuaikan dengan pasar. Coba liat aja sekarang, banyak anak-anak yang nggak lagi bertingkah laku seperti anak-anak. Banyak anak yang lebih hapal lagu orang dewasa daripada lagu anak-anak. Dan lebih parahnya lagi, banyak orangtua yang lebih bangga kalo anaknya hapal lagu-lagu orang dewasa daripada lagu anak-anak yang mencerminkan dunia mereka.

Bukan bermaksud nggak mau move on atau terperangkap dengan keindahan dunia anak-anak, tapi emang aku sangat merindukan majalah anak-anak yang dulu. Majalah-majalah yang memberikan nuansa lain bagi pemikiran anak-anak yang bukan pemikiran yang ‘dipaksa’ gede sebelum waktunya, tapi pemikiran yang bikin wawasan anak-anak berkembang sesuai dengan masa kanak-kanaknya.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya