Selasa, 24 Maret 2015

Renungan

Aku pernah beberapa kali ikutan renungan, yang berupa sebuah sesi dari sebuah acara, yang di situ ada unsur kilas balik, motivasi, dan tekad ke depan. Seringnya sih ikut karena nggak bisa mengelak, terutama pas ikutan kemah. Di situ akan ada seorang sesosok manusia, yang ternyata seorang pujangga sajak, yang sedang menyamar jadi kakak senior.

Trus kita disuruh nunduk, kadang sambil memejamkan mata, trus dikasih cerita tentang orangtua, dosa-dosa kita, disuruh ngebayangin macem-macem, trus disuruh bikin resolusi ke depan. Ada seorang teman, yang pas renungan malam dia nggak nunduk, nggak merem juga, tapi ngeliat langit, ada petir menyambar-nyambar di sana. Dia sambil senyum-senyum sendiri. Aku pikir, resolusi ke depannya, dia akan bertekad buat jadi Gundala Putra Petir.

Yang terakhir pas sekitar sebulan lalu, di sebuah acara seminar gitu. Dan lagi-lagi, nggak bisa mengelak dari ikutan renungan. Alurnya sama, ada seorang pujangga sajak, yang sedang menyamar jadi penyaji materi. Kita duduk, disuruh merem, lampu ruangan dimatikan. Trus dikasih cerita macam-macam.

Beberapa menit kemudian, mulai terdengar isak-isak tangis dari beberapa orang di sekitarku. Aku hampir ikut terhanyut sama provokasi sang motivator, pas ngingetin tentang bapak. Tapi aku masih bisa nahan. Di jelang akhir sesinya, disetellah lagu D’Masiv, judulnya ‘Jangan Menyerah’. Kita yang ada di situ disuruh ikut nyanyi bersama. Di sela-sela lagu, masih terdengar isak tangis beberapa orang di sebelah kiriku. Aku menebak, itu adalah campuran tangisan haru, sama nggak apal lirik lagunya D’Masiv.

Masalahnya adalah aku nggak terlalu suka dengan acara seperti ini. Kita disuruh merenungi kesalahan kita, seolah kita nggak punya dorongan buat merenung sendiri. Motivasi dari orang lain, yang seolah kita nggak bisa memotivasi diri sendiri. Ya, itu sebenernya alasan yang dibuat sedramatis mungkin ya, alasan sebenernya karena aku nggak suka berada dalam situasi yang bikin canggung.

Iya kan renungan bikin kita berada dalam kendali orang lain, seorang pujangga sajak yang lagi menyamar. Kita jadi nggak bebas, duduk dikomando, bahkan napas aja ada aba-abanya. Tapi di balik itu aku juga yakin, ada sesuatu yang bisa kita ambil dalam sesi perenungan seperti ini.

Seperti yang terjadi di seminar tadi, karena lampu mati, aku jadi leluasa ambil permen di meja.

Related Posts:

  • Penghuni Tetap dalam Tasku Pergi ke mana-mana tanpa membawa tas, bagaikan garam tanpa sayur, kurang lengkap gitu rasanya. Meskipun terkadang tidak terpakai, tapi buat jaga-ja… Read More
  • Indahnya Takdir Allah Siang hari, jam 11.45. Perjalanan antar bank harus ditunda sesaat. Aku harus segera pergi ke Masjid buat sholat Jum’at. Tadinya berencana sholat di… Read More
  • Salah Dikira Di suatu siang, abis muter-muter keliling Kediri, istirahat sejenak sambil sholat Dhuhur di salah satu masjid yang sering aku kunjungi. Pas selesai… Read More
  • Rumah Sakit Margasatwa Yang namanya rumah sakit, tetap saja hampir sama dengan rumah sehat, begitulah juga di rumah sakit tempatku bekerja. Masih saja ada banyak binatang… Read More
  • Keterampilan Individu Keterampilan seseorang bisa menjadi kebanggaan buat dirinya sendiri, asal kemudian kebanggaan itu tidak berlebihan sehingga menumbuhkan kesombongan… Read More

2 komentar:

  1. sama aku juga gak terlalu suka acara yang kaya gitu, gue pikir ya buat apa? di malam itu mungkin kita bisa nangis-nangis karena inget dosa apalagi kalau inget ortu, nah setelah acaranya selesai, yakin apa bisa berubah? xD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget, kalo nggak diniatin berubah, ikut renungan macam apa aja nggak bakal mempan :)

      Hapus

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya