Kamis, 02 Januari 2014

Mengikhlaskan Kesabaran

Manusia adalah sekumpulan makhluk yang cenderung memperhatikan apa yang bisa didapat dari apa yang diberikan. Kebanyakan perintah-perintah Allah tentang ibadah juga diberi tambahan iming-iming tentang pahala dan balasan apa yang didapat manusia itu jika mereka melakukannya. Padahal ibadah itu merupakan kewajiban dan kebutuhan dari manusia itu sendiri, bahkan untuk agar manusia melaksanakannya masih diberi ‘motivasi’ apa yang bisa didapat dari ibadahnya tersebut.

Tapi tentu saja tidak semua hal dari yang kita lakukan bisa mendapat balasan (terutama balasan langsung). Misalnya saja, aku suka bakso, tapi bakso tidak suka aku. Ada banyak balasan yang tidak langsung dan tidak tampak yang akan didapatkan manusia di kelak kemudian hari, bukan langsung didapat. Sehingga manusia memerlukan sebuah sikap yang bisa mendukungnya agar ‘tabah’ dan sabar dengan balasan yang tidak didapat langsung tersebut.

Sikap tersebut adalah tulus dan ikhlas. Ikhlas memberi, tanpa ada pamrih dan mengharap balasan yang bisa langsung diterimanya. Sikap ini bisa mengisi ‘kekosongan’ benak manusia atas sebuah pemikiran logis tentang ‘memberi adalah menerima’. Memberi memang akan menerima, tapi tentunya tidak semua menerima itu terlaksana saat memberi itu juga. Ada beberapa hal yang masih ‘tertahan’, dan untuk menunggu yang ‘tertahan’ tersebut ada satu sikap lagi, yaitu sabar.

Kalo dipikirkan secara mendasar, membalas adalah hak yang diberi. Mau membalas atau tidak, selain tergantung kemauan yang diberi, juga kemampuan yang diberi, serta kepatutannya. Nggak semua pemberian memang bisa dibalas secara langsung karena ketiga faktor tersebut, sehingga ada kalanya balasan (kalaupun dibalas) nilainya tidak sebanding dengan yang sudah diberikannya.

Makanya bagaimanapun, memberi itu juga harus disertai dengan sikap ikhlas, jadi kalo nggak dibalas ya nggak apa-apa, kan masih punya ikhlas. Dan juga, kalopun tidak (ataupun belum) dibalas, ya harus sabar. Merunut bahwa hidup itu hanya sementara, maka sabar itu harusnya juga bisa lebih sementara saja. Kalaupun tidak ada balasan di dunia, mungkin balasan tersebut akan tertahan dan diberikan di akhirat. Jangan sampai kesabaran kita diikhlaskan hanya karena kita tergesa-gesa menilai sesuatu.

Related Posts:

  • Pakai Bahasa Indonesia Dari sejak blog pertamaku aku selalu pengen mempertahankan ke-Indonesiaanku, khususnya dalam penggunaan bahasa Indonesia di setiap tulisan blogku. … Read More
  • Sawang Sinawang Roda belakang motor nggak akan bisa mengejar dan menyalip roda depannya. Kalopun dia bisa, dia bukan lagi disebut roda belakang, tapi menjadi roda … Read More
  • Seperti Nemo Ada satu film yang bagiku aneh banget, yaitu Finding Nemo. Inti ceritanya kan ada seekor ayah ikan yang mencari anaknya. Yang aneh itu ternyata ika… Read More
  • Tanya Dilema Suatu pagi, di tengah-tengah pekerjaan, tiba-tiba ponselku berbunyi. Ada pesan di Facebook Messenger dari seorang temanku.‘Chuin, nggak kerja ya?’‘… Read More
  • Penggemar Tim Sepakbola Seseorang belum bisa dikatakan penggemar sebuah tim sepakbola jika dia tidak mendukung saat timnya mengalami kekalahan. Bisa aja kan pas tim yang d… Read More

2 komentar:

  1. bener banget. sifat manusia untuk melakukan sesuatu, jika hal itu juga menguntungkan dirinya. termasuk dalam ibadah.
    btw, verifikasi chaptcha hilangin dong

    BalasHapus

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya