Jumat, 07 Oktober 2011

Bahasa dan Pendidikan Indonesia


“Kenapa ya, biaya kuliah kita kok bisa begitu mahal?” “Karena pas kita mendaftar, poster yang dipajang pakai kata registration, maka bayarnya Rp. 35 juta. Coba kalau saat itu memakai kata pendaftaran, pasti cuma Rp. 5 juta.” Itu adalah dialog ringan tapi sarat makna dua orang mahasiswa pascasarjana di sela-sela waktu kuliah mereka. Dulu, bahasa Inggris baru diajarkan ketika anak memasuki tingkat SLTP. Sekarang dalam PAUD pun bahasa ini udah diajarkan. Padahal menurut hasil riset terbaru, sistem pendidikan bilingual di Indonesia selama ini kurang efektif, karena mengabaikan bahasa Indonesia. Dampaknya baru akan terasa ketika anak masuk ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Penguasaan bahasa asing emang penting, tapi jangan sampai mengabaikan bahasa pertama anak. Anak yang memiliki konsep akademik yang kuat dalam bahasa pertamanya dapat memiliki kemampuan yang baik pula dalam bahasa asing. Jika bahasa kedua dikenalkan sebelum bahasa pertama benar-benar dikuasai, maka perkembangan bahasa pertama dan kedua akan lambat dan bahkan mengalami regresi. Terdapat sedikit ironi terkait pemberlakuan sekolah terhadap bahasa Indonesia. Di beberapa sekolah RSBI, jika dilihat dari nilai ujian, terdapat kecenderungan ‘meninggikan’ bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia. Di beberapa sekolah, kasus nilai UNAS/UAN bahasa Indonesia yang lebih rendah daripada Inggris ini juga menjadi pembicaraan. Persoalan ini pada akhirnya menjadi perbincangan tersendiri di kalangan internal sekolah dan cukup mendapat perhatian. Problematika nilai kedua bahasa itu lebih disebabkan para siswa cenderung menyukai les bahasa Inggris dan kebijakan pemerintah pusat atas UNAS. Lagipula kan tidak ada les bahasa Indonesia. Tidak terjebak dalah wilayah simbolitas semata, bahkan melupakan budaya bangsa, itulah makna sesungguhnya internasional. Jadikan SBI sebagai media untuk membawa kultur lokal ke pentas dunia, sehingga tidak malah membanggakan pendidikan bergaya luar tapi melupakan lokal. Visi pendidikan bukan sekedar mengerjakan soal kurikulum luar negeri. Pendidikan seharusnya mengajak peserta didik untuk membentuk kepribadian sebagai salah satu karakternya. Hal itu membutuhkan waktu lama, bukan jalan pintas dengan mengasah otak demi kelulusan. Suasana dunia pendidikan saat ini terlalu monolitik, artinya semua anak didik hendak diproduk menjadi orang-orang sesuai dengan kehendak sistem pendidikan tersebut. Padahal pendidikan terbaik adalah pendidikan yang memberi inspirasi kepada anak didik untuk mengembangkan hal terbaik yang ada dalam dirinya secara alamiah.

Related Posts:

  • Membuka Pikiran Perumpamaan pikiran adalah bagaikan parasut yang digunakan untuk terjun payung, bila tidak terbuka saat digunakan maka akan menghancurkan pemakainy… Read More
  • Tulis Menulis Menulis, menuangkan ide-ide dan gagasan ke dalam media jajaran aksara dan karakter. Menulis adalah sebuah kegiatan yang bebas dalam menyampaikan pe… Read More
  • Percayalah Percaya, kadang tidak cukup dengan pendengaran. Percaya, kadang tidak cukup dengan penglihatan. Percaya, kadang tidak cukup dengan pemikiran. Perca… Read More
  • Keseragaman Pola Pikir ‘Paling juga nanti mulainya jam sembilan, undangan jam delapan kalo mulai jam setengah sembilan aja udah hebat’.Itulah sebuah contoh pemikiran yang… Read More
  • Pelajaran dari Carlos Masalah tidak terletak pada posisi bolanya, tetapi bagaimana kita menendangnya. Roberto Carlos adalah seorang yang mempunyai keterampilan dalam men… Read More

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar, mumpung gratis lo...!!!

Daftar Blog Saya