Mungkin ada juga yang membuat artikel itu menjadi sangat menarik untuk dibaca. Tapi yang perlu diperhatikan adalah, dengan materi yang dibaca dan disajikan kepada orang lain, apakah penyajinya punya pemahaman yang sama dengan pembuat materi itu? Kalo iya, apakah penyajinya menguasai materi itu? Kalo iya, apakah bahasa materinya bisa diterima oleh para pendengarnya? Kalo iya, apakah transfer pola pikir penulisnya bisa sampai kepada pendengarnya melalui penyaji materi tadi? Kalo iya, ya udah….
Intinya adalah, dari sebuah materi yang disampaikan, dalam bentuk apapun istilahnya, setidaknya ada sebuah atau lebih makna dan pemahaman yang bisa dibawa pulang oleh pendengarnya. Jadi menghadiri sebuah kajian misalnya, tidak jadi sebuah hal yang percuma karena ada oleh-oleh berupa ilmu dan pemahaman baru yang diambil dari materi tersebut. Jangan sampai karena asal menyampaikan materi dari literatur tertentu, penyaji gagal memberikan pola pikir yang sama saat dia membaca sebelumnya.
Karena mungkin sering banget kita menghadiri sebuah acara yang inti penyajiannya nggak nyampai ke kita. Alih-alih untuk dibawa pulang sebagai pokok ide, jangan-jangan pas perjalanan pulang aja itu materi udah lupa gimana. Ini sebenarnya nggak jauh beda dengan kita ngomong ke penyajinya “Pak, gimana kalo daripada Bapak capek baca tulisan itu, mending kita pinjam buat difotokopi?”, karena perasaan kalo mendengarkan orang membaca itu jadi membosankan. Yang baca asyik-asyik aja, yang denger nggak ngerti blas, dan parahnya pendengarnya menghadapi situasi yang mana kondisi seperti itu nggak bisa dihindari dan ditinggalkan.
Apalagi kalo informasi dari penyajian tersebut nggak dicatat, hanya didengarkan. Terlebih lagi, kalo niat nyatet misalnya, kita bingung bagian mana yang bisa dicatet, karena mungkin materinya nggak berinti dan nggak nyampai maksud dan tujuannya.