Tanya Dilema

Suatu pagi, di tengah-tengah pekerjaan, tiba-tiba ponselku berbunyi. Ada pesan di Facebook Messenger dari seorang temanku.

Seperti Nemo

Ada satu film yang bagiku aneh banget, yaitu Finding Nemo. Inti ceritanya kan ada seekor ayah ikan yang mencari anaknya. Yang aneh itu ternyata ikan ini bisa ngomong. Padahal kalopun ikan bisa ngomong, kan ikan ini ada di dalam air. Coba kita aja yang ngomong di dalam air, kedengeran nggak sama temen kita yang ada di deket kita.

Pakai Bahasa Indonesia

Dari sejak blog pertamaku aku selalu pengen mempertahankan ke-Indonesiaanku, khususnya dalam penggunaan bahasa Indonesia di setiap tulisan blogku. Bukan karena aku nggak bisa bahasa Mandarin, Jepang, Korea, atau India, bukan! Tapi sebenarnya emang nggak bisa sih, tapi bukan itu maksudnya.

Hobi

Hobiku adalah membaca. Aku mendapatkannya dari sebuah majalah anak-anak. Jadi gini awal ceritanya, waktu itu ibuku mengirimkan foto dan dataku ke sebuah rubrik koresponden di majalah anak-anak itu. Dan di bagian hobinya, ibuku menuliskan kalo hobiku adalah membaca.

Power Bank

Di jaman gadget seperti sekarang ini, keberadaan smartphone menjadi bagian kehidupan bagi beberapa orang. Tapi di balik kecanggihan dan segala kelebihannya, ada salah satu sisi di mana smartphone justru lebih boros dalam pemakaian daya baterainya.

Jumat, 17 Januari 2025

Saving Private Ryan (Bukan Resensi Film)

Jadi, malam itu saya lagi suntuk banget, ngerjain tugas sambil sesekali ngelirik jam yang nggak terasa berdetik. Rasanya waktu kayak berhenti. Buat nyemangatin diri, saya puter film yang sebenarnya udah pernah saya tonton beberapa kali, Saving Private Ryan. Tapi entah kenapa, malam itu nonton film itu terasa beda. Bukan cuma karena adegan perangnya yang bikin bulu kuduk merinding, tapi juga ada sesuatu yang saya tangkap lebih dalam. Ternyata, perang itu… nggak pernah ada hentinya.

Bayangin, tiap tentara yang terlibat perang harus terus bergerak, terus fokus mengamati musuh, melepas serangan, sambil tetap berjuang buat bertahan. Mereka harus menghindari serangan sebisa mungkin, membantu temannya yang terluka karena tembakan atau bom. Semua itu terasa seperti nggak ada istirahatnya. Bayangin kalau itu dilakukan seharian. Bahkan kalau dia bisa bertahan hidup hari itu, besoknya lagi dia harus ngelakuin itu lagi. Besoknya lagi, dan seterusnya, sampai perang itu selesai, atau hidupnya yang selesai.

Itu baru perang di dunia modern. Gimana kalau perang di dunia klasik? Liat aja perang klasik buat gambaran, kayak di film Lord of the RingsAlexanderRed Cliff, atau film perang kolosal lainnya. Perang waktu itu masih berbentuk duel satu lawan satu. Bisa aja pas kita duel, orang di samping kita itu bukan kawan, tapi lawan. Saat kita berduel dengan satu orang dan menang, kita harus langsung ngelawan yang ada di sebelahnya. Dan itu berlangsung seharian. Bahkan kalau kita bertahan hidup hari itu, besoknya kita harus ngelakuin hal yang sama lagi. Besoknya lagi, dan terus begitu, sampai perang itu selesai, atau hidup kita yang selesai.

Kebayang juga gimana perang di zaman Rasulullah Muhammad SAW. Dalam cerita-cerita perang beliau, gambaran perangnya udah begitu dahsyat. Saya yakin para sahabat yang selamat dari perang-perang itu pasti mengalami luka-luka, atau bahkan kehilangan anggota tubuh. Kalau kita lihat bagaimana mereka berperang, perjuangannya nggak cuma soal fisik, tapi juga soal mental dan spiritual yang luar biasa.

Kalau kita lihat sejarahnya (baik di film, literatur, atau cerita-cerita besar) saya jadi berpikir, perang itu lebih dari sekadar medan tempur. Ia adalah gambaran tentang kelelahan jiwa dan tubuh, tentang keberanian yang nggak kenal lelah, dan tentang rasa sakit yang terus menggerogoti. Sampai akhirnya, mungkin cuma ada satu hal yang bisa mengakhiri semuanya: kemenangan, atau akhir dari hidup kita sendiri.

Rabu, 15 Januari 2025

Tahun 2000

Waktu itu di tahun 2022. Saya lagi ngecek data seorang karyawan di tempat kerja untuk keperluan biasa. Awalnya santai aja, tapi tiba-tiba mata saya terpaku di satu data. Karyawan ini lahir tahun 2000. Seketika saya semacam flashback ke kejadian beberapa tahun lalu. Waktu itu, tempat kerja kami pernah kecolongan; entah gimana, tanpa sadar mempekerjakan seseorang yang masih umur 16 tahun. Padahal, setahu saya, itu melanggar aturan ketenagakerjaan. Kami waktu itu langsung ribet menyelesaikan masalah ini. Trauma banget, sih. Jadi, pas saya lihat data ini, saya sempat panik kecil. "Jangan-jangan kejadian lagi?"

Kejadian kecolongan itu nggak cuma bikin kami panik, tapi juga memengaruhi reputasi tempat kerja. Kami jadi harus menghadapi pertanyaan dari pihak internal dan eksternal tentang bagaimana bisa hal itu terjadi. Selain itu, ada penyesuaian proses rekrutmen yang harus dilakukan supaya nggak ada kejadian serupa. Rasanya kayak dapat tamparan keras untuk lebih serius soal perlindungan hak pekerja, terutama yang usianya masih muda.

Tapi tunggu. Ini kan tahun 2022. Kalau lahir tahun 2000, sekarang sudah 22 tahun. Aman, dong. Saya baru sadar, waktu ternyata sudah jalan sejauh ini. Padahal dulu, saya yang umur 19 tahun masuk kerja di sini, merasa jadi yang paling muda. Sekarang? Generasi baru terus datang, dan mereka makin muda aja.

Dulu, waktu saya ngecek data karyawan yang lahir tahun 90-an (1994, 1995, 1996) saya masih mikir, "Ini anak-anak muda banget." Eh, sekarang ketemu yang lahir tahun 2000, saya jadi mikir, "Apa saya yang nggak nyadar waktu berlalu, atau memang saya aja yang nggak mau nyadar?" Kadang, generasi baru ini bikin kita merasa tua, tapi di sisi lain juga bikin bangga. Kita melihat mereka berkembang, dan itu rasanya luar biasa.

Ngomong-ngomong soal trauma, trauma kecolongan tadi bikin saya lebih hati-hati. Waktu mikir ada karyawan di bawah umur, saya langsung ingat aturan ketenagakerjaan di Indonesia. Ternyata, ada batas usia minimal buat kerja. Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, usia minimal untuk kerja itu 18 tahun. Tapi ada pengecualian: anak usia 13–15 tahun boleh kerja, tapi cuma pekerjaan ringan, maksimal 3 jam sehari, dan nggak boleh ganggu sekolah atau kesehatan mereka. Kalau usia 15–17 tahun, boleh kerja juga, asal nggak di tempat berbahaya atau berisiko tinggi. Kalau kamu penasaran lebih dalam soal aturan ketenagakerjaan di Indonesia, coba cek langsung Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 di sini.

Selain itu, Indonesia juga punya komitmen internasional dengan mengikuti Konvensi ILO tentang usia kerja yang bisa kamu baca di sini. Jadi, pas tempat kerja saya dulu mempekerjakan seseorang yang masih 16 tahun, sebenarnya itu nggak sepenuhnya melanggar aturan, asalkan pekerjaannya aman. Tapi tetap aja, rasanya nggak nyaman.

Ngomong-ngomong soal generasi muda di dunia kerja, menurut laporan dari International Labour Organization (ILO), generasi muda (usia 15 - 24 tahun) menyumbang sekitar 15% dari total angkatan kerja global pada tahun 2022. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data BPS, generasi muda usia 20 - 24 tahun mendominasi sektor perdagangan dan jasa. Kehadiran mereka nggak cuma bikin suasana kantor lebih dinamis, tapi juga membawa perubahan besar, terutama dalam hal inovasi dan cara kerja. Contohnya, mereka cenderung lebih adaptif terhadap teknologi, sesuatu yang mungkin butuh waktu lebih lama buat generasi sebelumnya.

Tapi tetap saja trauma itu bikin saya lebih waspada. Setelah itu, setiap kali lihat data karyawan, saya lebih hati-hati memastikan nggak ada lagi kejadian serupa. Dunia kerja, buat saya, bukan cuma soal produktivitas atau target. Tapi juga soal tanggung jawab — khususnya buat melindungi pekerja muda. Kadang, kita lupa, mereka itu bukan cuma angka di database. Mereka punya cerita dan harapan. Jangan sampai, gara-gara lalai, kita malah jadi bagian dari cerita yang salah buat mereka.

Ini kayak musik yang saya masih dengerin sampai sekarang. Lagu-lagu tahun 90-an — bahkan 80-an dan 70-an — rasanya masih relevan dan enak banget. Tapi saya nggak tahu, generasi 2000-an mikirnya gimana? Apa mereka juga bisa nikmatin, atau mereka ngerasa itu kuno, kayak saya dulu dengerin musik tahun 60-an?

Sama kayak generasi baru di tempat kerja, mungkin ini soal gimana kita menerima bahwa dunia terus bergerak maju. Kita nggak lagi jadi yang 'paling muda' di ruangan. Tapi, di tengah itu, kita tetap bisa bangga sama apa yang generasi kita bawa.

Di sisi lain, saya penasaran juga, gimana pandangan generasi muda yang lahir tahun 2000an ini? Apa mereka merasa pekerjaan pertama mereka memberi pengalaman yang cukup untuk membentuk mereka? Atau mungkin mereka lebih memilih pekerjaan yang lebih fleksibel dan berbasis teknologi dibandingkan generasi saya yang dulu harus mulai dari posisi paling dasar?

Dari pengalaman saya tadi, saya jadi mikir soal peran generasi muda di dunia kerja secara lebih luas. Contohnya, ada perusahaan teknologi yang justru mengincar talenta muda karena mereka lebih cepat beradaptasi dengan perubahan teknologi dan cara kerja modern. Tapi, ada juga tantangan besar di sini: gimana caranya perusahaan bisa memberikan lingkungan kerja yang aman, sesuai aturan, sambil tetap memanfaatkan potensi generasi muda. Kejadian di tempat kerja saya dulu mungkin terlihat sederhana, tapi sebenarnya itu jadi pengingat penting tentang tanggung jawab perusahaan untuk menjaga kesejahteraan pekerjanya, terutama mereka yang masih muda.

Pengalaman ini juga bikin saya sadar, waktu nggak akan berhenti, bahkan kalau kita mau dia berhenti sekalipun. Yang bisa kita lakukan adalah menerima perubahan, sambil tetap bangga sama apa yang kita bawa dari generasi kita sendiri. Siapa tahu, generasi muda ini suatu hari nanti bakal cerita ke anak-anak mereka tentang 'senior keren' yang pernah mereka temui di tempat kerja. Saya sih, berharap itu tentang saya!

Nah, gimana pengalaman kamu dengan generasi yang berbeda di tempat kerja? Apa kamu pernah merasa 'kaget generasi' seperti saya? Atau justru kamu salah satu generasi 2000an yang pernah kerja bareng senior kayak saya? Ceritain di kolom komentar, ya!

Senin, 13 Januari 2025

Pindah Rumah

Pernah nggak sih merasa rumah kosong itu kayak manggil-manggil buat dihuni? Ya, itu yang saya dan istri rasakan. Jadi ceritanya, mertua saya punya rumah yang udah lama kosong. Daripada terus-terusan nggak kepake, akhirnya kami mutusin untuk pindah ke sana. Pada tahun 2021 lalu, sekitar hari raya Idul Adha bulan Juli, setelah 4 tahun menikah, saya dan istri pindah rumah, tepatnya ke rumah mertua saya itu. Lokasinya juga nggak terlalu jauh dari rumah saya, cuma sekitar 2 km saja.


Jadi ceritanya, rumah mertua saya itu kosong. Mertua saya, yang tinggal ibu istri saya, sekarang menetap di Sidoarjo karena bekerja di sana. Adik-adik istri saya juga udah punya kehidupan masing-masing dan nggak tinggal di rumah itu. Sementara itu, saya dan istri sebelumnya tinggal di rumah saya, bareng ibu saya. Selama ini, saya menemani ibu di rumah, sedangkan rumah mertua tadi tetap kosong. Meski begitu, rumah mertua tetap terpelihara karena ada keluarga yang tinggal bersebelahan yang kadang memantau.


Pada tahun 2021, masih di tengah kondisi pandemi, adik saya yang biasanya tinggal di Depok pulang kampung dan menetap di sini. Sekeluarga mereka juga tinggal di rumah ibu, jadi makin ramai. Dari situ muncul ide dari istri saya untuk pindah ke rumah mertua. Awalnya saya nggak kepikiran sama sekali untuk pindah rumah, tapi lama-lama saya mulai mempertimbangkan ide itu. Apalagi sekarang ibu saya udah ada adik dan keluarganya yang tinggal bareng, jadi kalau saya tinggal pun rasanya nggak masalah. Ibu mertua saya juga sangat mendukung rencana ini.


Kepindahan kami juga ada hubungannya sama adik saya yang membuka usaha kafe di rumah. Dengan pindahnya saya dan istri, dia jadi punya ruang lebih luas untuk mengembangkan kafenya. Ditambah lagi, adik saya punya tiga anak kecil yang butuh tempat buat aktivitas mereka.


Jadi, saya dan istri mulai merencanakan kepindahan ini. Kami mempersiapkan rumah mertua agar lebih nyaman untuk ditempati. Ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, seperti menambah daya listrik, memperbaiki instalasi, dan menyelesaikan detail-detail kecil lainnya.


Beberapa minggu sebelum pindahan, saya ngobrol sama ibu dan adik saya tentang rencana ini. Kami jelasin alasannya; menjaga rumah kosong supaya lebih berguna dan persiapan apa saja yang udah kami lakukan. Awalnya mereka terlihat agak keberatan, tapi alhamdulillah akhirnya mereka bisa menerima keputusan kami.


Seminggu sebelum pindahan, kami mulai mempersiapkan barang-barang yang mau dibawa. Kebetulan, kulkas dan mesin cuci udah duluan diangkut ke rumah baru karena adik saya bawa perlengkapan sendiri dari Depok. Kami fokus mempersiapkan baju, lemari, tempat tidur, meja, kursi, dan perlengkapan lain. Untungnya, ada bantuan transportasi dari teman istri saya, jadi semua bisa diangkut dengan lancar. Ada juga saudara yang bantu angkut-angkut barang.


Hari H pindahan akhirnya tiba. Paginya kami angkut barang-barang, terus langsung dibawa ke rumah baru. Di sana, barang-barang diturunin seadanya dulu. Yang penting, semuanya masuk rumah, dan ada ruang buat istirahat. Sorenya, kami balik ke rumah ibu buat bersihin kamar yang tadi pagi belum sempat dibereskan.


Hidup di rumah baru bener-bener dimulai keesokan harinya. Dalam kondisi rumah yang belum tertata sepenuhnya, kami tetap menjalani rutinitas seperti biasa. Sore harinya, pelan-pelan kami mulai menata barang-barang. Ada juga diskusi tentang penempatan barang yang belum punya tempat tetap.


Lingkungan rumah baru ini beda banget sama rumah lama. Rumah saya sebelumnya ada di pinggir jalan nasional, dengan tetangga yang nggak terlalu dekat. Sebelah kanan rumah adalah saudara, sebelah kiri jalan kecil, depannya ada lapangan basket dan taman. Sedangkan rumah mertua dikelilingi rumah-rumah tetangga yang jaraknya dekat-dekat. Sebagai introvert, sebenarnya saya nggak terlalu kesulitan beradaptasi. Hanya saja, ada beberapa kebiasaan yang tetap saya pertahankan, seperti sholat berjamaah di masjid yang biasa saya datangi sebelumnya. Saya juga masih sering mampir ke rumah ibu untuk menjemput ponakan-ponakan buat sholat.


Ada banyak hal baru yang harus kami sesuaikan. Contohnya, kalau dulu di rumah lama, butuh sendok tinggal minta ke ibu. Sekarang? Ya, harus muter otak sendiri. Untuk bahan masakan, dulu ibu yang menyiapkan, sekarang semuanya istri saya yang handle, dengan porsi yang disesuaikan untuk dua orang.


Meskipun suasananya berbeda, secara keseluruhan nggak terlalu banyak yang berubah. Saya masih sering mampir ke rumah lama, jadi rasanya masih seperti bagian dari rutinitas harian saya. Tapi, ada perasaan baru yang muncul; tinggal, tidur, dan menjalani hidup di tempat yang berbeda.


Dari pengalaman ini, saya belajar banyak. Tinggal di rumah baru ini bikin saya sadar bahwa hidup mandiri nggak cuma soal bisa ngurus diri sendiri, tapi juga soal belajar kompak sama pasangan. Kami jadi harus lebih cepat dan tepat dalam mengambil keputusan. Tekanan hidup yang muncul juga harus dihadapi bersama. Urusan finansial kami tangani lebih mandiri, dan suka dukanya harus kami jalani berdua.


Kami punya banyak harapan dan rencana ke depan, termasuk memperbaiki rumah agar lebih nyaman dan representatif. Tentu saja, kami juga berharap rumah ini bisa jadi tempat yang ramai dengan kehadiran anak-anak kami nanti. Tapi di atas itu semua, kami bersyukur atas semua keberuntungan dan kemudahan yang kami dapatkan di balik setiap ujian yang ada.


Semoga ke depannya, rumah ini bisa jadi saksi perjalanan kami. Dari rumah kosong, jadi rumah penuh cerita. Begitu deh cerita pindahan kami. Kalau kalian punya cerita pindahan lucu atau tips hidup mandiri, boleh banget share di kolom komentar! 

Senin, 03 Mei 2021

Surat Izin Menyupir

Udah lama banget sejak terakhir saya posting tulisan saya di blog saya ini. Penyebab saya lama nggak posting tulisan itu karena jarang dapat ide, sekalinya dapat idenya nggak berkembang, bisa berkembang dikit nggak bisa bikin akhiran tulisan yang pas, jadinya nggak nyampai-nyampai rangkaian tulisannya.

Tapi gara-gara saya melalui proses perpanjangan SIM C di bulan lalu, saya jadi dapat ide buat nyeritain gimana pertama kali dulu saya bikin SIM, sekaligus proses yang saya jalani pas perpanjangan SIM kemarin. Awalnya dulu saya pertama kali bikin SIM C karena diajak bapak saya abis lulus sekolah di STM. Saya lulus STM kan baru 17 tahun, baru banget itu beberapa bulan aja, bahkan KTP aja belum bikin. Tau-tau sama bapak saya diajak buat bikin SIM. Nggak tau itu karena pas bapak saya punya uang buat bikin SIM apa biar saya nggak ngrepot-repotin kalo mau ke mana-mana bisa naik motor sendiri, nggak minta antar.

Kebetulan waktu itu kalo nggak salah bapak juga abis perpanjangan SIM, jadi masih anget-angetnya beliau tau prosesnya. Tempat bikin SIM-nya, alias Satuan Penyelenggara Administrasi SIM, yang sering disingkat Satpas, lumayan jauh dari rumah saya, sekitar 30-an km. Jadi kami berangkat pagi-pagi biar nggak kelamaan antrinya. Saya kan nggak tau apa-apa ya gimana proses bikin SIM, jadi semua proses diurus sama bapak. Nyampe parkiran Satpas itu udah ditungguin beberapa orang, ya sebut aja calo. Bapak saya pake jasa salah satu calo itu, bayar di tempat kalo nggak salah waktu itu 185 ribu rupiah, pokoknya nggak nyampe 200 ribuan.

Prosesnya sederhana sih menurut saya, tinggal daftar, nunggu antri dipanggil, isi data, foto, udah gitu doang kalo nggak salah. Tapi yang jadi kendala adalah, waktu itu saya belum punya KTP, cuma bekal kartu pelajar doang. SIM-nya sih udah jadi, saya pas dipanggil juga udah ada itu wujudnya. Tapi pas mau ambil saya harus nunjukin KTP-nya. Abis nego-nego tipis akhirnya saya nggak bisa ambil SIM saya saat itu juga. Saya harus ngurus KTP dulu.

Seingat saya waktu itu hari Selasa, jadi malamnya saya langsung minta surat pengantar dari Pak RT buat bikin KTP, besok paginya langsung berangkat ke kantor desa dan kecamatan buat proses selanjutnya. KTP baru jadi hari Jumat pagi, saya ambil sekalian mampir ke tempat fotokopi buat laminating biar awet, langsung berangkat lagi ke Satpas. Alhamdulillah, berbekal KTP baru jadi, SIM saya juga baru jadi, maksudnya bisa diambil.

Udah punya SIM tentu aja kalo naik motor ke mana-mana nggak bakal was-was mau ditilang polisi kalo ada operasi di jalan. Tapi pernah juga sih, pas SIM habis masa berlakunya, terus saya belum punya duit buat urus perpanjangannya, kena juga tilang polisi. Ya mau nggak mau harus bayar tilang juga.

Selain SIM C, saya juga pernah punya SIM A. Ceritanya waktu itu karena sopir di kantor saya keluar kerja, kantor saya jadi merekrut sopir baru, dan saya jadi sopir cadangan. Tapi karena kami sama-sama belum bisa nyopir mobil dan belum punya SIM A, jadinya kami berdua diikutkan kursus mengemudi selama 2 minggu. Setelah itu kami dapat sertifikan dan kemudahan buat ngurus SIM A dari tempat kursusnya, langsung nggak pake ujian lagi. Dapat juga akhirnya SIM A, yang sayangnya pas masa berlakunya habis saya nggak mau memperpanjang lagi, karena selain udah jarang bantu nyopirin, saya juga lagi nggak punya duit waktu itu.

Nah, sekarang saya mau nyeritain proses perpanjangan SIM saya yang kemarin ini. Jadi saya sudah ancang-ancang nih buat rencana ngurus perpanjangan SIM ini. Udah ngajuin cuti pas jelang tanggal habis berlakunya, berangkat awal karena kebetulan pas hari Jumat, jadi jelang shalat Jumat perkiraan udah ada di rumah buat persiapan berangkat, sampai nyari-nyari info dikit tentang proses perpanjangan SIM yang sekarang, karena denger-denger ada proses yang beda sama yang dulu-dulu.

Nyampe di Satpas udah ada yang nungguin, ya sebut aja calo. Masih ada aja calonya ternyata. Tapi calo-calonya baik ini, saya dideketin terus ditanyain keperluannya apa, terus saya dikasih arahan ke mana saya harus datang pertama kali, terus alurnya nanti gimana. Cuma akhirnya aja yang nawarin mau pake jasa dia atau nggak. Jadi pertama kali saya harus fotokopi dulu, SIM lama sama KTP saya yang masih berlaku, bayar 5 ribu. Kemudian tes kesehatan, bayar 30 ribu. Tes kesehatannya cuma tes buta warna pake tes Ishihara dengan 3 kartu gambar. Abis itu bayar asuransi kecelakaan 30 ribu, terus tes psikologi bayar 50 ribu. Proses-proses ini lokasinya berada di luar Satpas.

Begitu selesai rangkaian tes tadi, kemudian saya masuk ke area Satpas. Tidak lupa protokol kesehatan harus cuci tangan dulu sebelum masuk, dicek suhu, dan juga masuk lewat gerbang semprotan cairan antiseptik. Kemudian masukin berkas-berkas ke buat dapetin nomor antrian, bayar biaya perpanjangan sebesar 75 ribu, kemudian masuk buat entri data. Abis entri data saya mengisi formulir isian, antri foto, abis itu SIM udah jadi. Lumayan cepet juga jadinya antara selesai foto sama dipanggil buat ambil SIM.

Nah, itu tadi pengalaman saya dengan SIM, lumayan kan buat ngisi tulisan di blog lagi, bisa nambah 1 postingan lagi semoga bisa nyembuhin ide yang lain biar nggak macet.

Kamis, 23 November 2017

Upgrade

Alhamdulillah, udah lama banget nggak nulis blog. Saking lamanya, saya bahkan sampai malu punya blog nggak keurus. Gara-garanya ide saya mandeg, tiap ada ide induk nggak bisa ngembangin lagi. Rasanya kaya udah nggak punya tenaga buat mikirin akhir idenya.

Dan tiap kali online, saya malah menghindari buka akun saya ini, takut jadi beban. Makanya begitu buka akun blog saya, kerusakan terjadi di mana-mana. Atap pada bocor, lantai kotor, sarang laba-laba merajalela, ini kalo harus bersih-bersih dulu bisa 2 harian baru kelar.

Tapi bagaimanapun saya harus kembali produktif. Makanya, biar kran ide kembali lancar, di tulisan comeback saya ini saya pengen cerita yang ringan-ringan dulu aja. Saya mau cerita bahwa sekitar seminggu yang lalu nggak ada angin nggak ada badai, tiba-tiba telepon genggam saya mau dibeli teman saya. Bahkan dia mau beli berapapun, asalkan nggak lebih dari 750 ribu.

Hape saya adalah ASUS Zenfone Go, dan jauh dari lubuk hati saya yang paling dangkal, saya nggak berminat ngejual hape ini. Saya bahkan belum ada bayangan mau beli hape apa lagi kalo yang ini dijual. Tapi pas tau-tau mau dibeli sama teman saya, pendirian saya goyah. Bahkan dia mau ngasih duitnya langsung waktu itu juga.

Akhirnya dengan ringan hati, saya terima duitnya, tapi dengan syarat hapenya baru saya kasih besoknya. Dan seketika itu juga saya langsung nyari-nyari hape yang dijual dengan harga sekitar itu. Saya nyari di sebuah situs jual beli barang bekas online, nggak enak saya sebut namanya, saya sebut inisialnya aja, OLX.

Pertama yang saya tentukan buat kriteria hape saya berikutnya adalah spesifikasi yang harus lebih daripada hape saya yang sebelumnya. Tapi yang saya prioritaskan yang penting jaringannya udah bisa menjangkau sinyal 4G. Masalah kamera sih nomor 1.

Dan akhirnya ada juga yang jual hape bekas dengan harga segitu dan spesifikasi yang saya inginkan. Saya dapat hape Sony Xperia Z1 Compact, yang bisa menjangkau sinyal 4G, spesifikasi lain-lain juga lebih mumpuni. Kameranya juga gede resolusinya, bisa mendukung hobi saya berfotografi lewat hape. Cuma layarnya aja yang lebih kecil, tapi nggak masalah, yang penting muncul gambarnya.

Mau nggak mau, pulang kerja hujan-hujan saya nekad nyari alamat penjualnya, setelah saya hubungi sebelumnya. Setelah dapat hapenya, saya harus merelakan kartu sekunder saya untuk nggak ikut masuk ke slot hapenya. Maklum, hape saya yang sebelumnya kan dual SIM, yang ini single.

Masalah selanjutnya adalah kartu SIM saya masih berteknologi jadul, belum mendukung teknologi 4G, sehingga harus ditukar ke Grapari dulu. Setelah beberapa hari, akhirnya saya baru bisa ke Grapari hari kemarin. Udah lama banget sebenernya saya nggak ke Grapari. Saking lamanya, satpam yang jaga di situ aja udah nggak kenal sama saya. Untungnya atapnya pada bocor, lantai kotor, sampai sarang laba-laba merajalela.

Proses upgrade kartu SIM ini ternyata udah pake mesin canggih, mirip mesin ATM. Padahal terakhir saya ke situ mesin ini belum ada. Prosesnya cukup pakai KTP sama hape harus nyala. KTP diletakkan di bagian pemindai di mesin, saya tinggal pencet-pencet jerawat satpamnya.

Pertama masukin nomor hape. Gampang banget ini, saya aja hapal. Setelah memencet tombol permintaan PIN, saya dapat SMS gelap, nggak ada nama pengirimnya. Di situ ada PIN yang harus saya masukkan ke layar aplikasi. Selanjutnya saya tinggal memencet permintaan ganti kartu, dan kartu SIM baru saya keluar dengan sendirinya di laci. Kartu baru ini saya pasang di hape saya, dan jaringan 4G pun muncul di layar. Tamat!

Senin, 08 Agustus 2016

Permen Karet

Salah satu mitos terbesar buat anak generasi tahun ’90-an adalah permen karet merk Yosan. Yang pernah ngalamin pasti tau ya, pas jaman-jaman populernya mobil-mobilan Tamiya, Yosan juga bikin kepopuleran tersendiri. Yaitu dengan memberikan hadiah mobil-mobilan Tamiya bagi yang bisa mengumpulkan tulisan huruf Y-O-S-A-N dari bungkusnya.

Dan tentu aja hal ini menjadi ketertarikanku juga. Maka dengan segala usaha aku mengumpulkan huruf demi huruf, sampai akhirnya muncul kesulitan, yaitu aku belum punya bungkus dengan tulisan huruf N di dalamnya.

Dan kebetulan rumahku waktu itu toko ya, yang salah satu dagangannya adalah jajanan anak-anak. Salah satunya ya permen karet tadi. Tapi hal itu nggak bikin usaha ngumpulin huruf ini lebih mudah. Pernah suatu ketika ada karnaval Agustusan, yang jalurnya lewat depan rumah. Banyak orang yang juga beli jajanan di rumahku, dan banyak juga beli permen karet itu.

Setelah karnaval selesai, pastinya yang tertinggal di sekitar rumah adalah sampah-sampah. Yang banyak juga, sampah bungkus permen karet Yosan. Saking bertekadnya nyari huruf N tadi, aku sampai memunguti bungkus-bungkus bekas permen karet tadi satu per satu, yang tentu saja tidak ada satupun yang bertuliskan huruf N.

Tadinya aku nggak kepikiran bahwa bukan hanya aku yang nggak bisa nemuin huruf N dari bungkus permen karet itu. Padahal kalo dipikir-pikir, duit buat beli permen karet buat nyari huruf N itu kalo dikumpulin bisa dibeliin mobil Tamiyanya langsung.

Sabtu, 06 Agustus 2016

Film Kartun

Tadi malem mau tidur, eh malah ketiduran duluan. Untungnya tengah malam kebangun. Ya udah, akhirnya saya tidur. Tapi nggak bisa tidur itu emang menyiksa ya. Saya pernah ngalamin, pas waktu itu mau tidur, saya minum kopi dulu.

Insomnia itu tar bisa bikin bangun tidurnya jadi nggak enak. Itu juga kalo bisa tidur. Itu juga kalo tidur bisa bangun. Kebanyakan insomnia itu jadi bisa menular. Yang awalnya sulit tidur, menular jadi sulit bangun tidur. Katanya insomnia itu juga karena banyak masalah. Kan harusnya banyak masalah itu kita bersyukur, bisa dibagi-bagikan kepada mereka yang membutuhkan.

Gara-gara insomnia, saya pernah jadi bisa nonton siaran bola Liga Champions. Pas nonton komentatornya ngobrol, akhirnya saya ketiduran. Begitu bangun, acara tivi udah ganti, Spongebob Squarepants. Saya kan jadi bingung, sejak kapan Spongebob ikut Liga Champions.

Akhirnya saya punya tips, kalo pas insomnia dan pengen tidur, tontonlah komentator bola ngobrol. Jangan lupa siapin kopinya.

Ngomong-ngomong, film kartun yang sering dibully itu Doraemon, soalnya katanya Nobita itu nggak naik-naik kelas. Coba bayangkan, kalo Nobita naik kelas. Dan hanya butuh waktu 10 episode, buat naik kelas. Pasti 10 tahun lagi, nggak ada film Doraemon. Soalnya Nobita udah mati. Kecuali kalo Nobita bisa dihidupkan, dengan bantuan tujuh bola naga. Mungkin episodenya bisa diperpanjang.

Beberapa waktu lalu sedang heboh pelarangan film kartun. Saya akan bilang, itu udah terlambat! Film Tom & Jerry misalnya, udah ada sejak tahun 1940. Kenapa baru diprotes sekarang? Kemaren-kemaren ke mana aja? Tom & Jerry itu lebih tua dari umur kita semua. Tega kita, membunuh karakter mereka? Nggak sopan banget, sama orang tua! Padahal film kartun itu film yang efisien, soalnya pemainnya kagak bakalan salah dialog, sama salah adegan.

Film kartun Hollywood itu keren-keren, yang ngisi suara juga aktor-aktris ternama. Brad Pitt, Will Smith, sampe Jennifer Lopez, pernah ngisi suara di film kartun. Masalahnya adalah, sampe Indonesia, filmnya didubbing. Dan suara aktor-aktris Hollywood itu, nggak ada gunanya. Diganti, sama suaranya Ony Syahrial.

Tapi di atas apapun, demi apa menghapus film kartun di Indonesia, selama sinetron masih hidup? Bahkan kalopun sinetronnya dimatiin, para penggemarnya bakal ngehidupin lagi, pake bantuan tujuh bola naga.

Kamis, 04 Agustus 2016

Pelajaran Sekolah

Ada ilmuwan yang bilang, kalo sejarahnya manusia berasal dari kera. Selama bertahun-tahun, mengalami perubahan yang disebut evolusi. Masalahnya adalah, setelah ribuan tahun manusia pertama muncul di bumi, kenapa wujud manusia nggak berubah-ubah lagi? Siapa tau, setelah berevolusi, ada manusia yang jadi robot.

Dan parahnya, sampe sekarang kera juga masih ada. Apakah ini golongan kera yang nggak move on? Ada sih, manusia yang berubah. Berubah jadi siluman, mulai dari siluman harimau, siluman kera, sama siluman buaya darat.

Kata orang, sejarah bisa berulang. Ini sejarah aja sampe remedial. Jangan-jangan dia pas ujian, kenaikan tingkat dari kera menjadi manusia, dia gagal. Akhirnya setelah remedial, bukannya jadi manusia, eh malah jadi siluman.

Sejarah mencatat penemuan-penemuan penting dalam peradaban hidup manusia. Manusia menemukan tenaga listrik, telepon, mobil, internet, sampe teori evolusi. Listrik misalnya, ditemukan oleh Michael Faraday. Setelah ditemukan, beliau bingung, bayar listriknya di mana. Kan PLN belum ada. Atau telepon, yang ditemukan Alexander Graham Bell. Setelah ditemukan, beliau bingung, mau nelepon siapa. Kan di dunia baru dia yang punya telepon.

Tapi gini, apa yang terjadi, kalo sampe sekarang yang namanya listrik, telepon, atau internet belum ditemukan? Kita masih hidup dalam kegelapan, dan nggak bisa menghubungi sodara kita, yang lagi remedial sejarah.

Dan sementara pikiran kita masih menganggap nenek moyang kita adalah kera, sedangkan kera sendiri, nggak mau mengakui perbuatannya. Kan dia sekarang jadi siluman.

Di sekolah, pelajaran yang paling saya sukai adalah Matematika. Sayang, perasaan saya bertepuk sebelah tangan. Saya PDKT sama Matematika sejak kelas 1 sampe kelas 12. Nggak kena-kena! Akhirnya saya tau, kalo Matematika udah dijodohin. Saya taunya dari orangtuanya, Aljabar dan Berhitung. Kalo nggak salah dia dijodohin sama Fisika.

Selain Matematika, ada 2 pelajaran lagi yang saya sukai. Pertama, pelajaran kosong. Sejak kelas 1 sampe kelas 12, saya belum pernah ketemu gurunya.

Yang kedua adalah pelajaran Olahraga. Saya suka, soalnya nggak pernah ada PR. Pelajaran yang nggak ada PR itu juga penting, biar kalo kita olahraga lebih fokus, nggak mikirin PR. Juga biar PDKT sama Matematika lebih lancar. Lebih nggak fokus lagi kalo gurunya killer. Pas konsentrasi di kelas, baca buku pelajaran, eh ternyata gurunya Jack The Ripper. Apalagi dia ngajar pelajaran kosong.

Dulu ada pelajaran yang namanya Ilmu Bumi. Diganti namanya jadi Geografi, sejak negara api menyerang. Biar nggak ada yang tau, kalo para pengendali bumi masih hidup. Mungkin ada juga yang namanya Ilmu Air sama Ilmu Udara. Akhirnya digabung, jadi Fisika, calon suaminya Matematika.

Selasa, 02 Agustus 2016

Piknik

Kebun binatang adalah salah satu tempat piknik favorit saya. Seingat saya tempat piknik pertama saya ya ke kebun binatang, tepatnya Kebun Binatang Surabaya. Sayangnya kondisi sekarang udah nggak kaya dulu lagi, selain tempatnya agak kotor, banyak binatang yang mati, juga jerapah yang ketemu saya pas pertama ke situ dulu udah nggak saya temuin lagi. Bingung kan, nyari lagi di mana itu jerapah. Mau nyari di kandang sampingnya juga nggak ada. Padahal dia tinggi, kalo sembunyi kan susah, merunduk juga tetep keliatan.

Yang namanya kebun binatang itu yang tempat buat pamer binatang-binatang, kalo buat pamer lukisan itu namanya galeri. Pastinya banyak binatang di kebun binatang, kalo banyak pohon itu namanya kebun raya. Banyak pengunjung ke sini mau berlibur atau mau piknik, kalo mau makan datangnya ya ke pesta nikahan aja.

Selain kebun binatang ada taman yang banyak binatangnya berkonsep taman safari. Di sini kita keliling liat-liat binatang naik mobil. Ada juga yang konsepnya beda, berupa sea world. Di sini katanya disebut akuarium raksasa, tapi kenyataannya tidak seindah sebutannya. Nyatanya yang masuk akuarium raksasa bukan ikannya, tapi orangnya. Jadi yang terjadi sebenarnya adalah para ikan dan makhluk laut itu ngeliat manusia yang ada di dalam akuarium raksasa.

Udah umum yang namanya kebun binatang itu nggak bisa menampung semua jenis hewan. Ada aja hewan yang nggak ada di situ, misalnya semut, lalat, atau nyamuk. Sebenernya mereka ada di situ, tapi nggak ada kandangnya. Mungkin mereka ke kebun binatang itu buat berlibur atau mau piknik, atau juga mungkin lagi ada pesta nikahan nyamuk di kebun binatang.

Selain piknik, kegiatan rekreasi yang lain adalah outbound. Ngomongin tentang outbound itu menyenangkan, terutama kalo pas kelompok yang aku ikuti menang. Tapi nggak cuma kemenangan itu yang menjadi kesenangan outbound, tapi juga permainan, kebersamaan, dan outbound itu sendiri secara keseluruhan. Banyak manfaat yang bisa diambil dari kegiatan ini, terutama bagi saya sendiri memberikan kesan yang berbeda-beda dari masing-masing kegiatan outboundnya.

Salah satu kegiatan outbound yang bagi saya paling berkesan dan menyenangkan adalah outbound yang bersifat penjelajahan. Kita dibagi menjadi beberapa kelompok, yang terdiri dari antara tujuh sampai sepuluhan orang. Kemudian semua kelompok berkumpul dari satu titik pemberangkatan untuk kemudian menyusuri rute tertentu yang telah ditentukan. Selama perjalanan setiap kelompok mendapatkan misi yang berakhir di titik finish. Selain itu, selama rute perjalanan tersebut ada pos-pos tertentu, di mana masing-masing pos ada tugasnya masing-masing. Yang seperti ini sih sebenarnya dulu sering saya alami sebagai penjelajahan selama mengikuti kegiatan kepramukaan.

Satu hal yang menambah kesenangannya adalah kita menyusuri sebuah rute yang berada di daerah yang sama sekali kita kenal. Maklum outboundnya kan juga bukan di daerah rumah atau tempat kerja, tapi di daerah pedesaan. Jadi menyusuri sawah, kebun, sungai, dan naik-turun daratan yang tinggi adalah perjalanan yang harus dilalui selama kegiatan outbound. Selama perjalanan ini kita bisa dihadapkan pada berbagai masalah, seperti tersesat karena tidak menemukan petunjuk jalan, tertusuk karena melewati jalan berduri, atau juga tidak berhasil melaksanakan misi globalnya.

Lain halnya dengan outbound yang on the spot, tempatnya dari awal sampai akhir ya di situ-situ aja. Kalau outbound lingkungan dengan penjelajahan panitia bisa memanfaatkan lingkungan yang ada sebagai sarananya, outbound yang ini menuntut penyelenggaranya lebih kreatif dalam membuat trek outboundnya. Misalnya kalau mau ada outbound yang pakai sarana halang rintang, ya jadinya harus bikin sarananya sendiri dengan pemanfaatan lingkungan yang minim. Selain itu outbound yang semacam ini juga membutuhkan tempat yang lebih luas agar masing-masing tugas dan permainan bisa berlangsung dan menyambung lebih cepat sehingga menghemat waktu pelaksanaan outbound secara keseluruhan.

Intinya kegiatan outbound itu menyenangkan, terutama bagi orang-orang yang menyukai tantangan, petualangan, serta suka hal-hal yang berbau olahraga dan taktik strategi. Kalau mau kegiatan outbound yang lebih serius lagi bisa latihan di markas militer yang sarananya sudah tersedia, pelatihnya ada, dan sudah pasti manfaatnya bakal lebih terasa. Apalagi kalau setelah outbound kebersamaan menjadi lebih erat dan terasa hangat, semua rasa lelah dan capek selama mengikutinya jadi terbayar lunas.

Minggu, 31 Juli 2016

Cicak

Suatu ketika pas mau menjemur baju di jemuran belakang rumah, nemuin ada kotoran teronggok di tengah kawat jemuran. Dari bentuk, bau, dan rasanya, sepertinya ini kotoran cicak. Kan jadi merasa aneh ya, karena secara normalnya, kawat jemuran bukanlah jalan lewat cicak pada umumnya.

Tapi tentu saja hal ini mungkin saja terjadi. Bisa jadi si cicak ini penyuka tantangan. Dia suka hal-hal yang ekstrim, seperti berjalan di kawat jemuran. Atau dia pengen memecahkan rekor dunia gitu, nggak tau juga. Pas lagi jalan di tengah kawat, tau-tau perutnya mules dan nggak tahan pengen buang air. Lagian di tengah situ nggak ada toilet umum, dan akhirnya dia boker di situ.

Atau memang si cicak ini emang sehari-hari dia lewatnya di kawat jemuran ini. Karena dia di atas genteng, dan mau ke tembok di seberangnya, daripada turun dulu ke bawah terus nyebrang, kejauhan, akhirnya dia melatih dirinya sendiri lewat di kawat jemuran untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Kan kalo udah kaya gini jadinya aku yang repot. Pas mau ngejemur baju, ada kotoran, jadi harus bersih-bersih kawat jemuran dulu. Memeriksa ke seluruh bagian kawat jemuran, apakah ada kotoran lain di kawat tersebut. Memeriksa kawat jemuran yang satunya lagi, apakah si cicak ini juga buang kotoran di situ. Kalo udah bersih semua, baru baju-bajunya dijemur, biar nggak dilewatin cicak lagi.

Tapi berhubungan dengan cicak, ada mitos bangke yang bahwa katanya kalo ada orang kejatuhan cicak, maka dia akan kena sial. Entah dari mana dan atas dasar apa mitos ini sampai muncul di muka bumi ini. Udah jelas-jelas yang jatuh cicaknya, kan berarti yang sial cicaknya. Manusia itu kalo kejatuhan cicak nggak bakal ada satupun anggota tubuhnya yang terluka atau berubah bentuknya, kecuali kalo cicaknya pas nempel di buah kelapa.

Atau teori ini bisa jadi benar, kalo ternyata cicak yang jatuh tadi, baru saja kejatuhan cicak.

Terakhir, kalo ada pembaca yang udah membaca tulisan ini sampai di titik ini, pasti merasa kalo tulisan ini nggak ada maknanya dan nggak bisa diamalkan di kehidupan sehari-hari. Padahal itu benar! Tulisan ini cuma luapan ide yang berasal dari cicak aja sih.

Daftar Blog Saya